SRAGEN, iNewsSragen.id – Keluarga korban Daffa Wasif Waluyo (14) Santri yang tewas akibat penganiayaan saat menempuh ilmu di Pondok Pesantren Takmirul Islam Sragen, Jawa tengah menghadiri persidangan ke dua terdakwa MH (17) Kamis (27/4). Mereka mendesak tersangka ditahan di penjara. Selain itu, dua orang santri yang diduga provokator untuk diproses.
Proses persidangan dipimpin oleh Hakim Nova Laura dengan menghadirkan 11 saksi, baik dari santei maupun ustad Ponpes Takmirul Islam Sragen. Selain itu dari keluarga korban didampingi dari delegasi 911 Hotman Paris di Solo, Dhea A. Zaskia Putri serta Kuasa Hukum Ali Muqorobin.
Dalam kesempatan tersebut, Konsultan hukum Dhea Zaskia mengatakan, untuk proses sidang sudah yang kedua kali. Lantas pihaknya mendesak terkait penahanan si pelaku terdakwa. Informasi saat ini dari keterangan Jaksa, terdakwa sudah ditahan di Tempat Yayasan Lentera Bangsa di Kecamatan Tanon.
Pihaknya mendesak agar tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) khusus anak. Sayangnya di wilayah Eks Karisidenan Surakarta masih belum ada. ”Adanya di Lapas Purworejo. dan aksesnya masih terlalu jauh. Tapi kita mohon agar bisa dipindahkan ke lapas anak yang ada di Purworejo. Karena setelah saya cari informasi terkait yayasan itu, masih agak enak. Ternyata hanya yayasan biasa saja. Ternyata kok ditahan disitu,” ujarnya.
Menurut Zaskia, Kalau fasilitasnya sama-sama tidak beda jadi tahanan di rumah. Pihaknya mendesak agar ditahan di lapas mengingat keadilan yang dihadapi keluarga korban. Terlebih korban sampai meninggal.
Pihaknya mengklaim terdakwa baru ditahan tanggal 17 April lalu. Bahkan penahanan setelah orang tua korban datang ke Kopi Joni menemui Hotman Paris. ”Jadi orang tua korban datang tanggal 15 April, tanggal 17 April baru ditahan,” jelasnya.
Selain itu, Pihaknya juga sudah berdiskusi dengan keluarga korban. Selain terdakwa dan para provokator untuk juga mengambil sikap menuntut pihak ponpes. Karena korban sudah dititipkan ke pihak ponpes, namun ada kelalaian terkait perlindungan dan pengawasan, pungkas Zaskia.
Sementara kuasa hukum Ali Muqorobin menyampaikan, pihaknya menjadi kuasa baru dari keluarga korban. Lantaran pada kuasa hukum sebelumnya menurut pihak keluarga tidak ada progres. Lantas pihaknya menekankan pada kepolisian untuk juga memproses pidana dua orang yang diduga menjadi provokator.
”Terkait perkara ini ada provokator itu belum ada perkembangannya atau ditindaklanjuti. Karena dirasa ibunya dan saksi-saksi lainnya, ada provokator yang bisa sampai meninggal. Provokator Santri juga. Karena pengakuan keponakannya sudah kejang-kejang, oleh provokatornya itu ada teman-teman mau nolongin malah dicegah dan dianggap itu hanya akting,” tuturnya.
Lantas kuasa hukum menghimbau Kapolres Sragen juga mengembangkan kasus dan menahan provokatornya. ”Untuk Kapolres sragen tolong ditindaklanjuti untuk 2 provokator, supaya ditindak seadil-adilnya untuk korban untuk mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Dia mencontohkan provokator ini seperti kasus AG terkait penganiayaan oleh Mario Dandy. ”Karena AG selaku provokator yang usianya masih 15 tahun pun bisa ditahan, kenapa ini tidak ada tindaklanjut. Jadi mohon untuk Kapolres sragen secepatnya segera ditindaklanjuti,” pungkas Ali.
Nur Huda perwakilan keluarga korban.Foto:iNews/Joko P
Sementara perwakilan keluarga Korban, Nur Huda menyampaikan pihak keluarga mendesak agar provokator ditahan. Dia menyampaikan 15 orang hadir di PN Sragen untuk mengawal persidangan.
”Kami minta agar terdakwa ditahan di lapas anak, selama ini ditempatkan di yayasan, tidak seperti ditahan,” ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Sragen AKP Wikan Sri Kardiono mengatakan, terkait provokator yang dituduhkan pihak keluarga, belum cukup dua alat bukti. Sehingga Polres tidak bisa menetapkan tersangka. Sejauh ini belum cukup alat bukti.
Pihaknya sudah rekontruksi bersama Jaksa penuntut Umum (JPU). Namun jika dalam persidangan ada fakta baru, pihak kepolisian siap menindaklanjuti. ”Soal penahanan, sudah kewenangan dari pengadilan, sudah kami limpahkan,” katanya.
Terkait perbandingan dengan AG, dia menyampaikan pada kasus tersebut AG sudah memenuhi cukup bukti. Sedangkan di kasus Ponpes ini, kepolisian belum mendapat dua alat bukti, pungkas AKP Wikan.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait