SUKOHARJO, iNewsSragen.id - Kasus dugaan pencabulan terhadap anak kandung hingga hamil dan melahirkan saat masih duduk dibangku SMP di Kabupaten Sukoharjo, telah menjadi sorotan luas publik.
Korban berinisial G, yang kini berusia 21 tahun menuntut keadilan dengan melaporkan ayah kandungnya sendiri, seorang praktisi hukum berinisial SW (58) warga Nguter, Sukoharjo. Laporan ke Polres Sukoharjo disampaikan sejak 2021 lalu, namun hingga kini belum ada perkembangan.
Korban yang telah dua kali ganti kuasa hukum, kini menunjuk Badrus Zaman untuk menindaklanjuti laporan yang telah dibuatnya pada 2021 lalu. Melalui mantan Ketua DPC PERADI Surakarta itu, korban berharap agar polisi segera memproses laporannya dan menetapkan SW sebagai tersangka.
Sebagai kuasa hukum ketiga, Badrus usai mendatangi Unit PPA Polres Sukoharjo pada, Rabu (16/5/2023) menegaskan, perbuatan pencabulan berulang kali yang diduga dilakukan oleh ayah terhadap anak kandungnya sendiri itu, terjadi saat korban masih dibawah umur atau 14 tahun pada 2016 silam.
Diceritakan Badrus mengutip keterangan korban, awal terjadinya petaka ketika korban mengirim pesan melalui aplikasi BBM Messenger kepada SW, minta dibelikan sepeda motor untuk sekolah.
"Namun menurut korban, saat itu SW meminta berhubungan badan terlebih dahulu baru akan membelikan sepeda motor. Oleh korban permintaan tersebut tidak ditanggapi," kata Badrus.
Selang beberapa waktu kemudian, dugaan pencabulan pertama akhirnya terjadi pada Agustus 2016 di sebuah hotel di Pucangsawit, Solo. Korban diajak SW untuk membeli baju, namun di perjalanan diberi minuman yang membuat korban hilang kesadaran.
"Korban seperti linglung, dan ternyata diajak ke hotel di Pucangsawit itu, lalu terjadilah tindakan dugaan pemerkosaan," kata Badrus.
Kejadian kedua di kantor SW, sekira September atau November tahun 2016. Bermula saat korban minta uang saku mingguan kepada SW. Setelah bertemu, korban kembali diberi minuman yang membuatnya kurang sadar, dan akhirnya terjadi lagi pencabulan.
"Setelah kejadian kedua itu, korban hamil dan baru menyadari kalau hamil pada 4 Maret 2017. Menurut korban, setelah kehamilan itu diketahui SW, kemudian korban dengan salah satu saudaranya diajak SW ke Wonogiri.
"Di Wonogiri itulah, tepatnya pada tanggal 7 Agustus 2017, korban melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki. Bayi yang kini sudah berumur 5 tahunan itu, kini dibawa oleh SW," papar Badrus.
Menurut Badrus masih berdasarkan pengakuan korban, perbuatan pencabulan yang dilakukan SW masih berlanjut untuk kali ketiga pada September 2017. Saat itu korban masih dalam masa nifas usai melahirkan.
"Kejadiannya bermula saat korban sedang tidur di kamar lalu tiba-tiba SW masuk ke dalam kamar, dan kembali terjadi pemerkosaan," tutur Badrus.
Selanjutnya kejadian keempat di Pucangsawit, Solo, setelah korban mengikuti PKL sekolah pada kisaran Mei 2018. "Setelah korban hendak pulang selesai mengikuti PKL di Surabaya, di jemput SW di sekolah lalu di bawa ke hotel di Pucangsawit, Solo hingga akhirnya kembali terjadi pencabulan," ucapnya.
Dari urutan kejadian yang disampaikan korban tersebut, Badrus pun mendesak kepada Polres Sukoharjo, khususnya kepada Kapolres agar segera merespon menindaklanjuti laporan korban dengan cara penanganan luar biasa.
"Kami sempat bertanya ke petugas di Unit PPA, terakhir laporan dibuat pada Agustus 2022, artinya itu sudah lama sekali. Karena ini kejadiannya sudah lama, maka penyelidikannya jangan sama seperti penyelidikan kasus biasa. Apalagi korbannya adalah anak," tegasnya.
Badrus juga menghimbau agar anggota Polisi yang bertugas di Unit PPA agar lebih humanis dalam melayani masyarakat yang melapor sebagai korban pelecehan seksual. Polisi di Unit PPA harus bertutur bijak saat menghadapi korban.
"Ini adalah perkara perlindungan terhadap anak yang sudah dilaporkan sejak lama, dan sekarang kami yang menjadi kuasa hukum korban. Makanya kami datang ke Polres untuk meminta hasil perkembangan penyelidikannya sampai dimana," pungkasnya.
Editor : Sugiyanto