BANDUNG,iNewsSragen.id - Mengupas lika-liku dunia jurnalistik dari masa ke masa menjadi bahan utama dalam sarasehan dan sharing pengalaman yang digelar Tim Humas Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bersama sejumlah wartawan Solo, Jawa Tengah, di Lembang, Bandung, Jawa Barat.
"Sebagaimana dipahami, seiring perkembangan teknologi, media pemberitaan juga mengikuti perkembangan dalam cara menyampaikan sebuah informasi. Media mainstream mulai beralih ke dalam media yang serba digital, " kata Kepala Bagian Humas UMS, Budi Santoso, Selasa (23/1/2024).
Tidak hanya media mainstream saja yang menjadikan teknologi digital sebagai sarana mengunggah produk berita secara online web, tapi juga tak terelakan banyak bermunculan web sejenis diluar arus media utama, membanjiri dunia maya.
"Web dibanjiri dengan informasi, sehingga nge-lag, shutdown atau tidak bisa terbit dan tidak bisa dibaca, tidak bisa dibagikan kepada orang lain. Kini di dalam pemahamannya adalah penolakan layanan distribusi, atau down," tutur Budi yang juga punya pengalaman menjadi kepala biro salah satu media cetak besar di Jateng itu.
Saat ini, pemanfaatan teknologi digital tidak hanya menjadi monopoli perusahaan media online saja, namun juga sudah merambah ke penyampaian berita melalui siaran suara dengan penggunaan aplikasi.
Seperti disampaikan oleh Edwi Puyono, reporter senior Radio Republik Indonesia (RRI), bahwa saat ini dalam menjangkau para pendengarnya sudah memanfaatkan platform teknologi digital dalam semua siarannya, baik berita dan musik.
"Kami punya beberapa program siaran. Untuk siaran nasional ada lima program, sedangkan untuk siaran daerah, atau lokal ada tiga. Contohnya seperti Pro2, Pro1, dan Pro3. Pro itu singkatan dari Programa," terang Edwi yang sudah 23 tahun lebih bergabung di RRI.
Sebagai seorang jurnalis dalam bentuk siaran suara, ia membagikan tips tentang kunci sukses seorang reporter, yaitu harus bisa memposisikan diri sebagai pihak netral, atau membawa suara dari masyarakat.
"Meskipun umur RRI sudah tua, namun selalu mengikuti perkembangan zaman. Kami juga punya online web atau pemberitaan dalam bentuk tulisan. Untuk siaran dialog, saat ini tidak lagi mengharuskan bertemu dengan narasumber di studio, tapi bisa melalui platform Zoom Meeting. Ini lah salah satu digitalisasi dari RRI," imbuhnya.
Wartawan senior lainnya, Bagus Atas Adji juga turut menularkan ilmu dan menceritakan pengalamannya dari ikut media cetak hingga sekarang beralih menjadi media online.
"Dulu sebelum tulisan kita naik cetak ada cek dan ricek untuk mengantisipasi adanya kesalahan. Sekarang di era digital hal semacam itu jarang. Apalagi saat ini bermunculan media-media online baru yang terkadang mengabaikan kaidah. Artinya dunia jurnalistik sedang tidak baik-baik saja," sebutnya.
Ia mempertanyakan jika ada masalah tentang penulisan semisal komplain dari narasumber, terkait perlakuan tindak lanjut perlindungan hukum antara media online dengan media cetak, apakah sama.
"Dalam artian, kalau ada sesuatu yang keliru, yang ditindak itu penulisnya atau carrier (penanggung jawabnya). Itu yang belum jelas," tegasnya.
Adji pun berpesan kepada jurnalis muda, atau yang sekarang juga sering disebut konten kreator agar ketika menulis di media online terutama yang belum terdaftar menjadi anggota dewan pers, untuk dapat berhati -hati karena belum ada lembaga perlindungan hukum yang menaungi.
"Mengutip ungkapan Harold Laswell yang berbunyi "who says what in which channel to whom with what effect" itu masih perlu dilengkapi dengan 'security' ketika melakukan proses komunikasi," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso