SOLO,iNewsSragen.id - Kepala Kantor BPJAMSOSTEK Cabang Surakarta Teguh Wiyono mengatakan, perusahaan atau pemberi kerja dapat dijatuhi sanksi pidana apabila tak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJamsostek.
"Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dengan sangat jelas menyatakan bahwa BPJAMSOSTEK dapat melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap ketidakpatuhan pemberi kerja atau badan usaha yang bisa langsung dilaporkan kepada instansi yang berwenang, dan dalam hal ini kami bisa menggandeng Polri untuk menunaikan fungsi tersebut,” kata Teguh dalam keterangannya, Jum'at (23/2/2024)
Ia menjelaskan, pihaknya juga akan mengkaji kemungkinan penjatuhan sanksi pidana bagi pemberi kerja yang tak ikut sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, karena ini program pemerintah, dengan iuran terjangkau dengan manfaat yang luar biasa bagi pekerja dan pemberi kerja.
"Selain sanksi pidana, juga diberlakukan sanksi administrasi dimulai dari yang paling rendah berupa teguran tertulis, sanksi denda, hingga sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu atau TMP2T," ujarnya.
Unruk sanksi pidananya, Teguh menyebutkan, berupa penjara maksimal delapan tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
"Untuk menerapkan sanksi ini BPJAMSOSTEK dengan Polri sudah menandatangani nota kesepahaman yang bisa segera dilaksanakan untuk penegakan regulasi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 bisa segera terwujud," tegasnya.
Lebih lanjut, Teguh mengatakan, bahwa kerja sama ini tidak hanya berlaku bagi jajaran di tingkat Satuan Mabes Polri, namun akan berlaku juga pada tingkat Polda dan Polres se-Indonesia.
"Perlindungan program Jamsostek ini bukan hanya sebagai bentuk kepatuhan badan usaha terhadap regulasi, namun lebih dari itu juga sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian atas kesejahteraan para pekerjanya," terangnya.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 UU 24 Tahun 2011 bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berlandaskan tiga asas, yaitu kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial.
"Dengan dukungan seluas ini diharapkan mampu mempercepat tercapainya perlindungan menyeluruh bagi seluruh pekerja sekaligus menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya," ujarnya.
Itu semua dilakukan untuk melindungi pekerja dari berbagai risiko sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2015 Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (1) yaitu pemberi kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program JKK/JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan, maka bila terjadi risiko terhadap pekerjanya, pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib membayar hak pekerja sesuai dengan ketentuan dalam PP.
"Misalnya, tenaga kerja meninggal dunia namun tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan maka ahli waris berhak menuntut pemberi kerja/perusahaan memberikan santunan Rp42 juta plus potensi beasiswa maksimal Rp174 juta untuk 2 orang anak sampai kuliah seperti yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada ahli waris tenaga kerja yang telah menjadi peserta, dan melaporkan kepada pihak kepolisian dan/atau Pengawas Ketenagakerjaan," pungkas Teguh.
Editor : Joko Piroso