Kasus Ayam Goreng Non Halal di Solo, PBB Dorong Masyarakat Tempuh Jalur Hukum

SOLO,iNewsSragen.id - Merespon reaksi kuat masyarakat mengenai kasus Ayam Goreng Widuran Solo yang ramai dibicarakan lantaran mengandung minyak babi alias non halal, DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ikut angkat bicara.
Dalam pers rilis yang diterima, Jum'at (30/5/2025), Ketua Umum DPP PBB Gugum Ridho Putra, menyampaikan sedikitnya enam pernyataan resmi, salah satunya tentang penyelesaian jalur hukum bagi masyarakat yang dirugikan.
"Masyarakat yang dirugikan secara langsung atas dugaan pelanggaran ataupun kelalaian pelaku usaha atas kewajiban labeling untuk tidak ragu mengambil langkah hukum pengaduan maupun pelaporan sesuai saluran hukum yang telah tersedia," sebutnya dalam rilis.
Ia menyatakan, pelaku usaha diwajibkan oleh UU No. 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal untuk tidak hanya melakukan sertifikasi dan pencantuman label halal bagi produk halal, tetapi juga diwajibkan mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang kandungan maupun proses pembuatannya tercampur, terkandung dan/atau terkontaminasi bahan yang non halal.
"Reaksi masyarakat yang kuat menunjukkan tingginya sensitivitas umat terhadap isu halal dan semakin mengukuhkan bahwa jaminan kehalalan bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga kebutuhan konsumen dan bentuk perlindungan hak dasar masyarakat," jelasnya.
Atas kegaduhan yang terjadi, PBB menghimbau pemilik maupun manajemen Ayam Goreng Widuran untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, tidak hanya kepada para pelanggan tetapi juga kepada seluruh masyarakat Indonesia, melakukan evaluasi, serta menjamin secara serius akan menjalankan kewajiban pencantuman keterangan tidak halal pada produknya;
Selain itu, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, dan lembaga-lembaga terkait diminta meningkatkan sosialisasi kepada para pelaku usaha tentang kewajiban sertifikasi dan pencantuman label halal dan non halal.
"Kami menghimbau para pelaku usaha untuk memberikan perhatian serius dan menaati kewajiban sertifikasi dan pencantuman label halal maupun kewajiban pencantuman keterangan tidak halal untuk produk yang kandungan maupun proses pembuatannya non halal," sambungnya.
Berkaca dari kasus ini, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, dan lembaga-lembaga terkait yang berwenang untuk melakukan audit dan pengawasan secara berkala terhadap pelaku usaha kuliner seperti rumah makan, katering, dan lainnya tentang kewajiban sertifikasi dan pencantuman label halal maupun non halal.
Pemerintah, baik pusat dan daerah serta aparat hukum diminta menindak tegas terhadap pelanggaran atas kewajiban pencantuman label halal dan keterangan tidak halal sesuai ketentuan yang berlaku di bawah UU No. 33 Tahun 2014, UU No. 8 Tahun 1999, dan peraturan perundang-undangan berlaku lainnya.
"Agar kejadian ini tidak terulang, kami himbau masyarakat ikut berperan aktif mengawasi pelaku usaha menegakkan kewajiban pencantuman label halal dan keterangan tidak halal untuk produk non halal dengan melakukan pengaduan dan pelaporan kepada pihak berwenang," tandasnya.
Editor : Joko Piroso