Ketua Pepadi Jateng Apresiasi Pagelaran Gondang, Soroti Pentingnya Pelestarian Budaya
SRAGEN, iNewsSragen.id - Di tengah derasnya arus digitalisasi yang kian membuat generasi muda menjauh dari budaya tradisi, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen, justru menghadirkan angin segar. Memperingati Hari Wayang Nasional 2025, Paguyuban Dalang Obah Nyawiji Noto Budoyo (Padmonobo) menggelar pagelaran wayang kulit akbar selama dua hari di kawasan cagar budaya Omah Londo Gondang. Acara ini menjadi ruang kolaborasi puluhan seniman lintas generasi.
Ketua paguyuban, Agung Budi Santoso alias Agung Mangku Darsono nama pedalangan, menegaskan bahwa gelaran tersebut bukan sekadar pertunjukan, tetapi gerakan pelestarian budaya. Konsep nguri-uri, ngurut, dan ngrangkul menjadi landasan utama untuk merawat dan membina seniman muda agar terus berkarya.
“Intinya kami ingin mengembangkan seni yang ada di Gondang, Sragen. Alhamdulillah, ini perdana digelar. Kami mohon doanya agar semakin baik dalam nguri-uri budaya, khususnya wayang kulit,” ujar Agung, Minggu (23/11).
Total 21 dalang muda tampil dalam acara tersebut, didukung oleh 16 penabuh dan sinden. Fokus utama pergelaran ini adalah regenerasi. Menurut Agung, Gondang memiliki potensi besar lahirnya dalang bocah dan remaja yang perlu terus dibina.
Ia juga menyoroti tantangan besar di era digital. Anak-anak kini lebih dekat dengan gawai dibanding gamelan. “Wayang menggunakan bahasa Jawa dan Kromo Inggil, sedangkan anak-anak kini terbiasa berbahasa Indonesia. Ini menjadi tantangan tersendiri,” jelasnya.
Untuk mendekatkan wayang kepada generasi muda, lakon kontemporer “Sumeni” dipilih. Tokoh Sumeni dianggap relevan dengan semangat Hari Pahlawan dan merepresentasikan sosok pahlawan perempuan yang tangguh.
Apresiasi juga datang dari Ketua DPRD Sragen, Suparno, yang hadir langsung. Ia menyebut wayang bukan sekadar tontonan, melainkan media dakwah, komunikasi, dan pendidikan moral.
“Wayang memberikan pendidikan etika. Yang baik kita jalankan, yang buruk kita jadikan pelajaran,” tegasnya.
Ketua Pepadi Jawa Tengah, Untung Wiyono, turut mengapresiasi inisiatif tersebut. Ia menyebut kegiatan ini sebagai ide brilian untuk menjaga keberlangsungan seni pedalangan. “Pelajaran baik dan buruk ada di sana. Wayang itu filosofi hidup,” ujarnya.
Pagelaran di Omah Londo menjadi bukti bahwa meski zaman berubah, semangat generasi muda Sragen untuk menjaga budaya tetap menyala. Tradisi wayang kulit di Bumi Sukowati terbukti terus hidup melalui tangan-tangan muda yang mencintainya.
Editor : Joko Piroso