Ritual Mandi Darah, Tradisi Masyarakat Muratara Janji Pada Tuhan, Secara Turun Temurun

Joko Piroso
Ritual mandi darah kerbau dijalani Fitri Ramadona Siti, gadis asal Kabupaten Muratara sebagai rasa syukur karena baru saja lulus kuliah. Foto/dok

MUSI RAWAS, iNewsSragen.id Ritual mandi darah di Masyarakat yang tinggal di Kabupaten Musi Rawas Utara tepatnya di Muratara memiliki tradisi ritual secara turun temurun..

Ritual ini terdengar menyeramkan, tetapi ada makna cukup dalam bagi masyarakat di sana yang menjalaninya. 

Dimana mandi darah dilakukan bagi masyarakat Muratara untuk membayar atau memenuhi nazar atau janji kepada Tuhan Sang Pencipta, sekaligus sebagai wujud rasa syukur serta euforia dalam suatu momen keberhasilan. 

Masyarakat memaknainya sebagai ekspresi rasa syukur mereka atas keberhasilan yang telah diraihnya.

Darah yang dipakai untuk ritual ini dari hewan piaraan, misalnya sapi, kerbau dan kambing. Tergantung kemampuan orang yang akan menjalani ritual ini. Kebanyakan memakai darah kerbau.

Darah yang diambil dari hewan tersebut akan dilumuri dari atas kepala hingga mata kaki. Proses ini biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan ritual merabun kemean.

Ritual merabun kemean ini dilakukan sebelum matahari terbit sehabis salat Subuh hingga selesai disaksikan seluruh keluarga. Bagaimana dengan jalannya ritual ini.

Mengutip etnis.id, proses ritual mandi darah ini tidak rumit. Kambing atau sapi yang sudah disembelih, darahnya ditampung dalam sebuah wadah. Misalnya ember atau wadah lain. 

Selanjutnya tetua atau sesepuh keluarga akan memandikan orang yang bernazar itu. Lalu bergiliran dengan anggota keluarga lain. Ritual mandi darah ini akan diiringi doa yang dilantunkan oleh para sesepuh. 

Ritual ini hanya dilakukan seumur hidup sekali dengan makna. Si anak agar tidak lupa dengan masa kelahiran dan mengingat kematian. Tetua juga akan membaca doa-doa sebelum darah diguyurkan. 

Umumnya, mandi darah cuma dilakukan untuk lelaki saja. Orang yang dimandikan darah diminta untuk bertahan sekitar 10 menit sembari didoakan kesehatan, keselamatan dan dilapangkan rezeki oleh seluruh sesepuh maupun warga yang hadir.

Lalu dilanjutkan mensucikan diri dengan mandi di aliran sungai Rawas atau sekitar lokasi warga. Saat mandi darah dijalankan, lelaki tersebut telanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek agar darah hewan ternak membasahi seluruh bagian badan.

Usai ritual mandi darah biasanya disambung acara hajatan seperti yasinan dan mendoakan sesepuh maupun orang tua yang telah meninggal dunia. 

Masyarakat di Kabupaten Muratara, biasanya tidak secara keseluruhan memanfaatkan daging hewan sembelihan itu. Tidak ada yang tahu pasti sejarah ritual mandi darah ini. 

Ritual ini sudah dilakukan sejak dahulu kala saat masyarakat wilayah Sumatra menganut Hindu dan Budha. 

Setelah Islamisasi di daerah Sumatera Selatan, mayoritas masyarakatnya meninggalkan kepercayaan lamanya beserta ritual ini. Akhirnya, sekarang hanya dilakukan segelintir masyarakat Muratara saja. 

Di sana, orang-orang menyebut mandi darah dengan sebutan Merabun Kemean. Jika ditanya ke mana daging hewan yang disembelih sebelumnya, jawabannya akan digunakan untuk syukuran dan sisanya akan dijual ke pasar. 

Kearifan Lokal 

Menurut salah satu sesepuh Desa Pauh, Hj Marhana, awal mulanya tradisi ini ritual warisan yang dilaksanakan sejumlah masyarakat untuk membayar nazar. Namun beberapa tahun terakhir, ritual ini berkembang menjadi sebagai bentuk rasa syukur. 

Cermin kearifan lokal yang masih berkembang di masyarakat Rawas Ilir yang rata-rata berprofesi sebagai peternak sapi dan kerbau. Bagi mereka bisa mencapai pendidikan tinggi adalah suatu impian yang harus diraih dengan perjuangan. 

Dan jika sang anak mampu meraih gelar sarjana sudah tentu keluarga akan sangat bahagia dan mengungkapkan rasa syukur. Selain dimandikan darahnya, daging sapi atau kerbau akan dimasak dan dimakan bersama warga satu kampung. 

Intinya tetap sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan doa agar si anak diberikan kesuksesan dan dijauhkan dari malapetaka. 

Turun Temurun 

Ada tradisi unik keluarga Abu Hendar (54), warga Desa Pauh I, Kecamatan Rawas Ilir, Kabupaten Muratara. 

Tradisi ini dilakukan secara turun temurun dari almarhum bapaknya, Jipri dan Marhana (74). Setiap anak yang sudah menyandang gelar sarjana S1 maupun D3 dimandikan dengan darah kerbau. 

Kali ini, nazar mandi darah kerbau dilakukan untuk generasi ke-7, yakni seorang gadis cantik bernama Fitri Ramadona Siti yang baru saja menyandang gelar sarjana S1 jurusan Akuntansi. 

Abu Hendar mengatakan, sebelumnya sudah tujuh keluarganya yang mandi darah kerbau yakni tiga saudaranya (anak Marhana) dan empat anaknya (cucu Marhana). (diolah dari berbagai sumber)

Berita ini sebelumnya telah tayang di Sindonews dengan judul "Ritual Mandi Darah, Tradisi Unik Masyarakat Muratara untuk Bayar Janji"

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network