SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Dikalangan masyarakat Jawa yang masih kental memegang tradisi, masakan ingkung ayam merupakan simbol rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh sang pencipta yaitu, tuhan yang maha esa.
Biasanya, kuliner jenis ini dimasak dengan bumbu yang komplet bersama santan untuk kemudian disajikan bersama nasi tumpeng dalam sebuah tampah.
Namun masyarakat jaman sekarang banyak yang tidak tahu jika masakan ingkung itu dalam sejarahnya memiliki ragam dan jenis berbeda. Semisal pada era kejayaan Mataram, ingkung ternyata tidak hanya dari ayam saja.
Hal itu diketahui saat Yayasan Mataram Jaya Binangun menggelar napak tilas kuliner Era Mataram 1650-1750 Masehi dengan tajuk 'Kwali Mataram" berlokasi di kawasan bekas benteng Keraton Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Sabtu (11/2/2023).
Dalam acara yang dihadiri sejumlah pejabat terkait dari Pemkab Sukoharjo yakni Disdagkop UKM dan Disdikbud, serta tokoh masyarakat dari kalangan pelestari dan pelaku budaya itu, ingkung ternyata juga dapat berbahan unggas selain ayam, yaitu mentok dan bebek. Semua harus yang jantan.
Seperti dijelaskan oleh Alfian Praseto, pelaku pelestari kuliner masakan kerajaan jaman dulu yang menjelaskan, salah satu masakan ingkung yang mungkin belum diketahui oleh masyarakat umum adalah ''ingkung jendali sodo'.
"Ini ingkung khusus dengan 5 kali proses masak menggunakan puluhan jenis bumbu rempah," terang Alfian yang dalam acara itu juga melakukan demo memasak 'ingkung jendali sodo' dengan bahan utama ayam jago dan mentok.
Proses masak ingkung jenis ini butuh waktu yang tidak sebentar. Diawali merebus dua kali, digoreng, dibakar, kemudian dibungkus daun pisang, daun talas, kertas alominium foil dan dibalur lumpur untuk kemudian dipanggang diatas bara api kayu. Membutuhkan waktu sekira tujuh jam lamanya.
"Dalam sejarahnya, ingkung jendali sodo disajikan pada saat raja Keraton Kartasura yang pertama, yaitu Amangkurat II menjamu tamu yang terdiri dari 7 kasta. Mereka diundang dalam acara syukuran peresmian pembangunan keraton," paparnya.
Ketua Mataram Joyo Binangun, Mbah Koko, menjelaskan bahwa kegiatan digelar dengan tujuan memberi edukasi dan pengetahuan kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda, bahwa warisan nenek moyang jaman dulu tidak hanya berupa benda fisik, tapi juga ada yang non fisik, atau tak benda berwujud kuliner.
Ketua FBM BRM Kusumo Putro menyaksikan pembuatan ingkung jendali sodo di acara Kwali Mataram. Foto: iNews/Nanang SN
"Selain ingkung, dalam acara ini juga di sajikan tumpeng kemaru songo sapto wargo, iwak kali, tempe tahu wedono, dan sego jagung. Kemudian ada kudapan atau jajanan jemblem, srumping, dan karitan. Itu semua jarang dijumpai pada jaman sekarang," katanya.
Atas terselenggaranya kegiatan yang sangat langka itu, Ketua Forum Budaya Mataram BRM Kusumo Putro, yang hadir ikut mencicipi sejumlah masakan menyampaikan apresiasinya terhadap upaya pelestarian kuliner tradisional yang dilakukan oleh Mataram Joyo Binangun.
"Ini sangat luar biasa, sesuatu yang baru. Bahkan kami pun juga baru kali ini tahu ternyata di jaman Mataram memiliki banyak warisan kuliner makanan dan minuman. Tadi kami mencicipi minuman teh dari rempah-rempah rasanya manis tapi tanpa memakai gula," ungkap Kusumo.
Ia pun berharap, dari kegiatan itu oleh pemerintah daerah di Sukoharjo melalui dinas -dinas terkait dapat mengakomodir kuliner Mataram yang sangat langka ini dipromosikan sebagai destinasi wisata baru melalui even-even.
"Karena saat ini baik di Jogyakarta maupun di Jawa Tengah, belum ada satupun jenis usaha makanan dan minuman yang menyajikan kuliner jaman Mataram. Mungkin nanti Sukoharjo bisa menjadi pemrakarsa kuliner Mataram," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait