SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Berbekal pengalaman mengikuti Pemilu Legislatif sebelumnya, DPD Golkar Sukoharjo, telah menyiapkan saksi militan dengan berbagai pengetahuan kepemiluan khususnya di bidang tehnik informatika atau IT.
Hal itu dilakukan sebagai langkah meningkatkan peran dan kapasitas saksi untuk mengamankan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), mengantisipasi kecurangan dan manipulasi suara pemilih pada Pemilu 2024 mendatang.
Seperti disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan DPW Golkar Jawa Tengah, Anton Lami Suhadi, bahwa saksi di TPS sesuai amanat pengurus pusat DPP Golkar, wajib dipersiapkan sebaik mungkin.
"Belajar dari pengalaman Pemilu ke Pemilu, kalau rekrutmen saksi itu dilakukan dalam waktu yang singkat mendekati Pemilu maka hasilnya tidak maksimal. Ini berhubungan dengan penugasan dan pelaksanaannya," jelasnya disela sosialisasi sekaligus konsolidasi dengan DPD Golkar Sukoharjo pada, Sabtu (11/2/2023) malam.
Oleh karenanya, lanjut Anton, pengurus DPP Golkar telah membentuk Badan Saksi Nasional (BSN) yang dimulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Amanat pembentukan BSN ini sudah masuk dalam program dan anggaran rumah tangga partai.
"Karena saksi ini mewakili partai di TPS. Manakala ada perhitungan suara yang salah, maka harus berani protes untuk mencegah penipuan atau manipulasi hasil penghitungan suara. Banyak model-model-nya (manipulasi suara). Ada laporannya tapi hasil suaranya tidak ada. Pengalaman (kehilangan suara) ini sangat banyak pada Pemilu-Pemilu sebelumnya," tegas pria yang juga anggota DPRD Provinsi dari Dapil Jateng 7 itu.
Terkait temuan banyaknya kecurangan dan manipulasi hasil suara di TPS pada Pemilu -Pemilu sebelumnya, juga dibenarkan oleh Ketua DPD Golkar Sukoharjo, Sarjono, yang mendampingi Anton dalam acara.
"Jadi (antisipasi agar tidak kecolongan saat penghitungan suara), pertama saksi harus ada di TPS. Kedua, saksi juga harus tahu IT, dan ketiga saksi harus kami bekali melalui bintek (bimbingan teknis) sehingga benar-benar memiliki militansi terhadap Partai Golkar," kata Sarjono.
Diharapkan setelah mendapat pembekalan tentang ilmu kepemiluan khususnya peraturan dan tata cara penghitungan suara di TPS, maka saksi tidak hanya sekedar datang, duduk, menerima uang saku, lalu pulang.
"Saksi wajib menunggu sampai selesai penghitungan suara, dan harus mencatat seluruh hasilnya serta berani protes jika menemukan kejanggalan. Militansinya harus ada. Ini yang saat ini tengah kami gerakkan," ujar Sarjono.
Saat ini, kata Sarjono, sesuai aturan yang sudah diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk jumlah saksi yang mesti disiapkan menyesuaikan dengan jumlah TPS. Untuk sementara sebanyak 2.538 orang saksi per TPS.
"Kami juga menyiapkan calon -calon saksi sebagai cadangan untuk antisipasi ketika saksi yang mendapat surat tugas tiba-tiba pada saat pemungutan suara sakit, maka akan ada penggantinya. Kami juga menyiapkan saksi diluar TPS," ungkapnya.
Meski begitu, Sarjono juga mengakui bahwa sampai saat ini pihaknya masih berproses dalam merekrut saksi militan. Dari target yang dibutuhkan, sementara sudah tercapai sekira 90% saksi yang telah dipersiapkan.
"Kami harus bisa memenuhi jumlah saksi sesuai jumlah TPS tahun ini. Dari 12 kecamatan yang ada di Sukoharjo, hanya tinggal beberapa kecamatan yang belum 100%," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait