Kudeta di Sudan, WHO: 413 Korban Tewas dan 3.551 Terluka

Susi Susanti
Kudeta di Sudan. Foto: Antara/Anadolu Agency

JENEWA, iNewsSragen.id - Juru Bicara WHO Margaret Harris dalam konferensi pers Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (21/4/2023) mengatakan, menurut data pemerintah Sudan, sebanyak 413 korban tewas dan 3.551 orang terluka.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, bahwa 413 korban tewas selama pertempuran militer di Sudan.

Sementara itu, badan anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan sedikitnya sembilan anak dilaporkan tewas dalam pertempuran di Sudan, dan lebih dari 50 anak terluka parah.

Lebih lanjut Harris mengatakan bahwa telah terjadi 11 serangan terhadap fasilitas kesehatan, termasuk 10 serangan sejak 15 April 2023.

“Menurut Kementerian Kesehatan di Sudan, jumlah fasilitas kesehatan yang berhenti beroperasi sebanyak 20. Dan masih menurut angka Kementerian Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan yang berisiko berhenti adalah 12,” katanya, dikutip Antara.

Situasi tersebut, tidak hanya berdampak pada korban pertempuran, tetapi juga orang-orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Dalam konferensi pers yang sama, juru bicara UNICEF James Elder menyuarakan keprihatinannya atas anak-anak yang harus membayar mahal atas pertempuran mematikan itu dengan banyak jatuhnya korban anak.

"Kami sekarang mendapat laporan sedikitnya sembilan anak tewas dan sedikitnya 50 terluka. Jumlah itu akan terus meningkat selama pertempuran berlanjut," ungkapnya.

Tidak ada akses listrik

Elder mengatakan banyak orang di Sudan terjebak dan tidak memiliki akses listrik.

"Mereka takut kehabisan makanan, air, dan obat-obatan. Salah satu keprihatinan serius kami adalah tentang rumah-rumah sakit yang diserang," tegasnya.

Lebih lanjut Elder menjelaskan bahwa sebelum terjadinya konflik militer terbaru, Sudan sudah menjadi salah satu negara dengan tingkat kasus malnutrisi pada anak tertinggi di dunia.

"Dan kami sekarang menghadapi situasi di mana dukungan penyelamat hidup kritis bagi sekitar 50.000 anak terancam," jelasnya.

Pertempuran itu juga menimbulkan risiko terhadap "rantai dingin" di Sudan, termasuk untuk pengadaan vaksin dan insulin senilai lebih dari USD40 juta (sekitar Rp597,4 miliar) karena terputusnya pasokan listrik dan ketidakmampuan untuk mengisi kembali generator dengan bahan bakar.

UNICEF juga mendapat laporan tentang anak-anak yang berlindung di sekolah dan pusat perawatan sementara pertempuran berkecamuk di sekitar mereka, dan rumah sakit anak-anak terpaksa dievakuasi saat baku tembak semakin dekat.

Elder mengatakan bahwa sebelum meningkatnya kekerasan di Sudan, kebutuhan kemanusiaan untuk anak-anak di negara itu tinggi, dengan tiga perempat anak diperkirakan hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Pada saat yang sama, sebanyak 11,5 juta anak dan anggota masyarakat membutuhkan layanan air dan sanitasi darurat, 7 juta anak putus sekolah, dan lebih dari 600.000 anak menderita gizi buruk akut yang parah.

Seperti diketahui, pertempuran meletus pada 15 April 2023 antara tentara Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Ibu Kota Khartoum dan sekitarnya.

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam suatu langkah yang oleh kekuatan politik disebut sebagai kudeta.

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network