Kasus Penjualan Kalender Ganggu Sekolah, Bupati Sukoharjo Didesak Nonaktifkan Direktur Percada

Nanang SN
Ilustrasi Kalender 2022/Gerd Altmann dari Pixabay

SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Desakan agar Bupati Sukoharjo menonaktifkan Direktur BUMD PD Percada Sukoharjo dari jabatannya disuarakan Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI Jawa Tengah.

Hal itu menyikapi heboh penjualan kalender oleh PD Percada di lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) khusus negeri, dimana kasus itu saat ini tengah didalami oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran Permendiknas.

"Desakan ini terkait mencuatnya (berita) kasus penjualan kalender kepada seluruh siswa SD Negeri dan SMP Negeri se-Kabupaten Sukoharjo yang dilakukan oleh PD Percada pada tahun 2022. Selain itu juga ada penjualan kalender pada 2023," kata Ketua Umum LAPAAN RI BRM Kusumo Putro, Rabu (9/8/2023).

Menurut Kusumo, pihaknya mendapat informasi bahwa pada 2022, kalender itu dijual kepada para murid SD Negeri yang berjumlah sekira 30.000 orang, dan hampir semua membeli dengan harga Rp20.000/kalender.

Demikian pula untuk SMP Negeri, sekira 42.000 siswa pada 2022 juga diminta membeli melalui sekolah dengan harga yang sama Rp.20.000. Penjualan kalender yang patut diduga dengan paksaan itu membuat pihak sekolah tidak berani menolak," paparnya.

Sedangkan untuk tahun 2023 berdasarkan penelusuran dari Tim LAPAAN RI, Kusumo menyampaikan, hanya sekira 75% dari jumlah murid SD dan SMP Negeri di Sukoharjo yang membeli. Informasi yang didapat, PD Percada dalam menjual kalender dalihnya untuk meningkatkan PAD Sukoharjo.

"Kalau benar keuntungan dari penjualan kalender itu disetor ke kas daerah, ini apa tidak memicu masalah baru. Karena uang yang disetor itu dari sumber yang tidak dibenarkan secara hukum. Maka, Bupati harus segera bertindak agar tidak ikut terseret kasus ini," tegas Kusumo.

Jika dikalkulasikan jumlah murid dengan harga kalender Rp20.000, maka dari hasil penjualan kalender yang jelas melanggar Permendiknas itu, PD Percada telah meraup pendapatan dari tahun 2022 dan 2023 sekira Rp2,9 miliar.

"PD Percada dalam menjual kalender menggunakan cara dropping ke sekolah-sekolah. Lalu sekira satu hingga dua minggu kemudian, uang hasil penjualan diambil. Kami juga mendapat informasi PD Percada tidak pernah berkoordinasi dengan dinas terkait dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)," papar Kusumo.

Atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Direktur PD Percada tersebut, Kusumo mendorong agar Kejari Sukoharjo menuntaskan penanganannya sesuai aturan hukum yang berlaku dengan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait.

"Karena ini menyangkut nama baik Pemkab Sukoharjo, maka kami minta kejari melakukan penyelidikan dan penyidikan sampai muncul nama siapa tersangkanya. Kalau ini disebutkan untuk peningkatan PAD, maka masyarakat tahunya program ini sudah disetujui oleh Bupati, DPRD, Kepala Disdik, dan MKKS," ujarnya.

Demikian pula ketika program penjualan kalender tersebut dilakukan tanpa ada persetujuan maupun koordinasi dengan pihak-pihak terkait, maka Kusumo memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh Direktur PD Percada adalah perbuatan pribadi mengatasnamakan perusahaan daerah dengan dalih meningkatkan PAD.

"PD Percada ini kan perusahaan daerah, mestinya setiap langkahnya harus dilaporkan, diketahui, dan dipertanggungjawabkan kepada Bupati dan DPRD. Oleh karenanya kami minta kejaksan jangan masuk angin. Tidak hanya direkturnya saja yang diperiksa, semua pegawai PD Percada juga harus diperiksa," sambungnya.

Ditegaskan Kusumo, jika dalam pemeriksaan Kejari Sukoharjo nanti terbukti ada indikasi korupsi, maka Kusumo juga mendesak Bupati Sukoharjo tidak sekedar menonaktifkan, tapi lebih tegas memberhentikan secara permanen Direktur PD Percada untuk memudahkan pemeriksaan yang dilakukan Kejari Sukoharjo.

"Dengan adanya kasus ini, sudah ada beberapa kepala sekolah yang dipanggil oleh kejaksaan. Ini kan kasihan, karena mereka tahunya penjualan kalender itu program dari pemerintah daerah melalui PD Percada. Mereka ini menjadi korban dan akibatnya proses belajar mengajar di sekolah juga ikut terganggu," imbuhnya.

Terpisah, Kepala Disdik Sukoharjo, Heru Indarjo, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa PD Percada dalam menjual kalender ke sekolah-sekolah negeri baik SD maupun SMP, sama sekali tidak pernah melakukan koordinasi dengan pihaknya.

"Kami minta PD Percada segera menyelesaikan permasalahan (penjualan kalender) ini dengan menyatakan, pertama, bahwa Kepala Sekolah tidak ada tekanan dari Dinas Pendidikan. Kedua Dinas Pendidikan tidak terlibat dalam penjualan kalender, dan ketiga tidak ada koordinasi dengan Dinas Pendidikan," tegas Heru.

Selaku Kepala Disdik, Heru pun memastikan bahwa pihaknya tidak pernah dihubungi atau secara resmi tidak pernah diajak koordinasi oleh PD Percada tentang proyek penjualan kalender di sekolah- sekolah negeri yang memicu kegaduhan masyarakat.

"Percada ini kan perusahan daerah, kewenangannya hanya menjual jasa secara mandiri tidak melibatkan kami. Harusnya dulu itu ada komunikasi dengan sekolah, kepala sekolah, dan wali murid agar tidak terjadi masalah dikemudian hari," tegasnya.

Heru menyatakan tidak mempersoalkan strategi pemasaran yang dilakukan PD Percada dalam hal menjual jasa dibidang percetakan, semisal untuk promosi sekolah atau hal lain. Namun ia mengingatkan, sebelum program itu dilaksanakan harus dibicarakan terlebih dulu dengan orang tua atau wali murid.

"Karena user sekolah SD dan SMP ini kan ada pada kami (Disdik-Red), nah harusnya ada koordinasi dengan Disdik. Paling tidak ada pemberitahuan ke kami kalau mau menjual produk ke sekolah- sekolah. Nanti kami bisa mengarahkan dengan mekanisme yang benar. Harus didahului rapat dengan komite sekolah, dan yang jelas tidak boleh memaksa," tegasnya.

Dengan mencuatnya kasus penjualan kalender tersebut, Heru mengungkapkan, bahwa secara psikis para kepala sekolah yang berada di jajarannya sangat terganggu. Apalagi beberapa sudah ada yang dipanggil oleh Kejari Sukoharjo untuk diklarifikasi.

"Secara tidak langsung psikis kepala sekolah terganggu. Bagaimana tidak terganggu karena dipanggil aparat penegak hukum. Kami sebenarnya kasihan dengan teman-teman (kepala sekolah), dimana seharusnya bisa bekerja mengelola manajemen sekolah menjadi lebih baik, tapi karena kasus ini menjadi terganggu," pungkasnya.

Sebelumnya, Kasi Intel Kejari Sukoharjo Galih Martino Dwi Cahyo, menyampaikan telah memanggil 9 orang untuk pemeriksaan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) tentang larangan menjual kalender kepada murid sekolah.

"Sampai hari ini, total sudah 9 orang yang kami panggil dan hadir. Rinciannya, delapan orang Kepala Sekolah terdiri SD dan SMP, serta satu orang lagi adalah Direktur PD Percada," kata Galih pada, Rabu (26/7/2023) lalu.

Dari sembilan orang yang dipanggil, Galih memastikan masih akan bertambah untuk pemanggilan berikutnya, yaitu bendahara PD Percada serta beberapa pengurus atau pegawai yang terkait dengan penjualan kalender di sekolah periode 2022/2023.

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network