SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Bawaslu Kabupaten Sukoharjo menyatakan, laporan Dandim 0726/Sukoharjo Letkol Czi Slamet Riyadi tentang dugaan pencemaran nama baik dan fitnah melalui media alat peraga kampanye (APK) capres-cawapres tidak memenuhi syarat formil pelanggaran Pemilu 2024.
"Kami tetap berpegang pada Peraturan Bawaslu bahwa untuk memenuhi syarat formil, salah satunya adalah pelapor harus mempunyai hak pilih. Nah, dalam hal ini Pak Dandim kan tidak mempunyai hak pilih, sehingga secara formal (laporan) itu gugur," kata Ketua Bawaslu Sukoharjo, Rochmad Basuki, Selasa (16/1/2024).
Meskipun begitu, Bawaslu Sukoharjo akan melakukan penelusuran lebih lanjut sesuai kewenangan dari sisi dugaan pelanggaran pemilu tentang materi APK capres-cawapres yang memuat foto Dandim Sukoharjo tersebut.
"Laporan dari Pak Dandim itu menjadi dasar bagi kami sebagai informasi awal untuk melakukan penelusuran lebih lanjut, yaitu mencari tambahan bukti-bukti baru,"terang Rochmad.
Diungkapkan, penelusuran APK berukuran 2 x 1 meter yang memuat foto Dandim Sukoharjo didalamnya itu, dilakukan Bawaslu melibatkan pihak-pihak terkait yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu, dimana ada kepolisian dan kejaksaan.
"Intinya, Bawaslu menerima semua laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu, tak terkecuali dari Pak Dandim. Bahwa apakah (laporan) itu bisa ditindaklanjuti atau tidak, nanti kami jadikan sebagai informasi awal dalam melakukan penelusuran lebih lanjut agar persoalannya menjadi lebih jelas," terang Rochmad.
Seperti diketahui, dalam kasus ini Dandim Sukoharjo diduga menjadi korban kampanye hitam (black campaign). Dalam laporannya pada, Kamis (11/1/2024), Dandim menyatakan foto dan namanya dicetak di media MMT APK salah satu pasangan capres-cawapres oleh pihak tertentu.
APK itu menjadi temuan Bawaslu Sukoharjo setelah mendapat laporan dari masyarakat. Sedikitnya ada 3 APK yang memuat foto Dandim ditemukan Bawaslu terpasang di tengah sawah, yaitu 2 di wilayah Kecamatan Bendosari dan 1 di wilayah Kecamatan Sukoharjo.
Merujuk UU Pemilu, perihal kampanye hitam tidak diatur secara eksplisit. Namun ketentuan yang berkaitan dengan persoalan itu tercantum dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu tentang larangan dalam kampanye sebagai berikut:
- Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
- Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
- Mengganggu ketertiban umum;
- Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain;
- Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
- Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
- Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
- Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Dalam pasal tersebut, kampanye hitam dalam pemilu tercermin di dalam larangan untuk menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Termasuk pula apabila terdapat unsur penghinaan terhadap seseorang, SARA, dan/atau peserta pemilu lain.
Sementara itu, di dalam Pasal 69 huruf c UU 8/2015 dan penjelasannya, secara tegas disebutkan bahwa kampanye hitam atau black campaign adalah melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait