SLEMAN,iNewsSragen.id - Sejumlah warga dari berbagai daerah yang merupakan konsumen atau pembeli Apartemen Malioboro Park View rame-rame mendatangi Mapolda DIY di Jalan Ring Road Utara, Sleman, pada Selasa (19/11/2024) siang.
Membawa sejumlah poster berisi kecaman dan tuntutan, mereka didampingi kuasa hukum, Asri Purwanti, membuat laporan resmi ke Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) terkait dugaan penipuan dan penggelapan serta pelanggaran UU Perlindungan Konsumen.
Sedikitnya ada empat pihak yang dilaporkan atas carut-marut jual beli apartemen yang berlokasi di Jalan Laksda Adisucipto Sleman itu. Masing -masing adalah PT Bank Tabungan Negara/BTN (Persero) Kantor Cabang Yogyakarta, PT Malioboro Ensu Sejahtera selaku developer, oknum notaris, dan oknum kurator.
"Untuk kurator kami laporkan atas dugaan pelanggaran UU Kepailitan dan PKPU, sedangkan oknum notaris atas pasal 38 UU Jabatan Notaris dan pasal 378 KUHP," kata Asri.
Ia mengungkapkan, bahwa yang menjadi korban dalam perkara ini jumlahnya sangat banyak, mereka tidak hanya berasal dari DIY saja, tapi juga ada yang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, bahkan juga ada yang dari Papua.
"Para konsumen ini merasa tertipu dan dirugikan karena sertifikat apartemen yang telah mereka bayar lunas, sampai saat ini masih dalam penguasaan BTN yang merupakan bank plat merah (bank pemerintah) " paparnya.
Menurut Asri, BTN seharusnya setelah ada putusan kepailitan, sertifikat itu diserahkan kepada kurator untuk penyelesaian kewajiban terhadap ratusan konsumen yang telah membayar dengan cara cicilan. Ada yang sudah lunas, ada juga yang belum.
"Patut diduga ada tindak penggelapan melibatkan bank plat merah dimana masih menguasai sertifikat para konsumen yang telah membayar lunas. Bahkan sejak developer diputus pailit pada 2021, masih menerima setoran cicilan," kata Asri yang juga Ketua DPD KAI Jateng itu.
Kondisi itu makin diperparah setelah diketahui bahwa developer ternyata tidak mengantongi izin lantaran sebagian dari lahan apartemen itu statusnya letter C. Patut diduga ini merupakan kesalahan notaris yang tidak memberitahu jika pembangunan apartemen diatas lahan bermasalah hingga kemudian digugat pailit.
"Konsumen mengetahui sertifikat apartemen tidak ada setelah mereka melunasi kredit dan hendak mengambil dokumen itu ke bank. Pihak bank menyampaikan bahwa sertifikat tidak ada karena developer telah dipailitkan dan sekarang sudah ditangani oleh kurator," ujar Asri.
Disebutkan, dalam perkara itu sekira 500 orang konsumen telah dirugikan. Jika di hitung berdasarkan jumlah konsumen yang menandatangani transaksi jual beli dan membayar angsuran melalui BTN, maka kerugian total ditaksir mencapai Rp 340 miliar. Harga per unit apartemen tersebut berkisar Rp 250 juta hingga Rp 400 juta.
Salah satu korban, Aldo Purwanto, warga Yogyakarta mengaku membeli secara kredit dengan mulai membayar angsuran sejak 2016. Namun ia berhenti membayar angsuran pada tahun 2021, setelah mengetahui adanya putusan pailit.
Naas, ia yang sama sekali belum pernah merasakan menghuni apartemen yang dibelinya itu, harus terkena dampak BI checking hingga membuatnya kelimpungan mencari pinjaman modal usaha.
"Sebagian dari kami adalah UMKM yang butuh pengajuan pinjaman untuk modal usaha. Karena itu, kami minta agar BI checking kami dibersihkan dan uang kami dikembalikan," pungkasnya, diamini oleh yang ikut melapor di Polda DIY.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait