Sragen, iNewsSragen.id - Dunia pendidikan di Kabupaten Sragen kembali disorot lantaran adanya form surat pernyataan sumbangan sukarela wali murid.
Hal itu terjadi di lingkungan pendidikan SMP Negeri 1 Kedawung Sragen, orang tua wali murid yang akan memberikan sumbangan diminta mengisi surat pernyataan.
Salah satu orang tua wali murid yang enggan disebut identitasnya mengatakan bahwa surat semacam itu ada yang sudah kesekian kalinya.
"Ini bukan yang pertama kali, tahun sebelumnya juga seperti ini. Yang lalu katanya untuk sumbangan pengadaan pembelian proyektor," ucapnya. Kamis (12/10/2023).
"Kalau tahun ini katanya bantuan untuk pembangunan pagar sekolah, kemarin hari Sabtu wali murid dikumpulkan di sekolah," imbuhnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMP Negeri 1 Kedawung Sumarno mengungkapkan, bahwa terkait adanya sumbangan sukarela tersebut pihak sekolah tidak bersifat memaksa, orang tua wali murid boleh memberi dan boleh tidak. Untuk perihal adanya surat pernyataan orang tua wali murid, hal tersebut hanya untuk mempermudah dalam menghitungnya.
"Jadi yang mau menyumbang silahkan, yang tidak juga tidak apa-apa. Dan sumbangan itu pun juga tidak harus menyumbang uang, misalnya punya barang apapun tidak masalah," paparnya.
"Surat pernyataan itu pun tidak diisi juga tidak masalah, cuma itu untuk memudahkan mau menyumbangkan besarannya berapa itu biar komite ikut mengetahui," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen Prihantomo menyampaikan bahwa sekolah boleh menerima sumbangan sukarela dari orang tua wali murid, berdasarkan Permendikbud nomor 75.
"Regulasi di Permendikbud nomor 75, jika bersifat sukarela diperbolehkan," paparnya.
Tentang adanya surat pernyataan yang dibuat oleh orang tua wali murid untuk bantuan sukarela tersebut, Prihantomo menyebut itu adalah tergantung teknis komite.
"Tergantung teknis komite," terangnya.
Menanggapi ini, LSM Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi Aparatur Negara Republik Indonesia (LI-TPK ANRI) Jawa Tengah Rikin menyampaikan, bahwa pengambilan kebijakan penyelenggara pendidikan seyogyanya tidak menciderai hak dasar warga Negara terhadap pendidikan.
Dalam menentukan kebijakan harus melibatkan masyarakat salah satunya dengan melakukan 'uji publik' terhadap kebijakan yang akan dipilih atau diputuskan.
"Jangan sampai persoalan sumbangan ini dijadikan sarana untuk mengambil keuntungan pribadi/ korporasi yang bisa menjadikan penyelengara pendidikan tersandung permasalahan hukum," katanya.
Editor : Sugiyanto