SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Penolakan rumusan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan, ditolak buruh dari serikat pekerja Kabupaten Sukoharjo.
Buruh di Kabupaten Sukoharjo meminta usulan besaran kenaikan UMK menyesuaikan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Mereka menilai besaran UMK 2023 sebesar Rp2.138.247,70 masih belum mencukupi biaya kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal itu disampaikan anggota Dewan Pengupahan dari unsur serikat pekerja yang tergabung dalam Forum Peduli Buruh (FPB) dan Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI), Sigit Hastono bahwa pihaknya menolak rumusan besaran UMK itu.
"Rumusan penentuan besaran UMK tidak sesuai dengan kebutuhan pekerja. Sejak awal kami mengacu pada KHL yang didasarkan pada survei pasar. Sehingga harapannya dari hasil survei itu minimal mendekati angka-angka yang riil," katanya kepada wartawan, Selasa (21/11/2023).
Menurutnya, formulasi PP 51/2023 yang sebelumnya PP 36/2021 tidak mengakomodir kebutuhan buruh. Bahkan jika dilihat dari sejarah perkembangannya telah terjadi degradasi upah.
"Pada waktu menggunakan Pasal 89 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UMK berdasarkan pada survei kebutuhan hidup layak," ungkap Sigit.
Dalam perkembangannya pemerintah menentukan UMK mengacu pada dasar aturan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan dan PP No. 78 Tahun 2015. Oleh karenanya, Sigit menilai formulasi yang digunakan untuk menentukan UMK telah keliru sejak 2015.
"Munculnya PP No. 78/2015 itu sejak lama telah ditolak buruh karena penghitungan upah hanya mendasarkan pada angka tahun berjalan dengan indikasi hanya dari inflasi dan perkembangan ekonomi," lanjutnya.
Kemudian munculnya PP 36/2021 juga menambah terjadinya penurunan angka upah karena dalam aturan itu hanya memilih salah satu antara inflasi maupun pertumbuhan ekonomi sebagai penghitungan upah.
Kemudian, pada PP No.51/2023 indikator inflasi dan pertumbuhan ekonomi masih harus dibatasi lagi dengan angka alfa tingkat peran serta buruh dalam pertumbuhan ekonomi.
"Jadi UMK 2024 kami berharap menggunakan angka KHL. Sesuai hasil survei dengan besaran Rp2,7 juta- Rp2,8 juta. Kenapa kelihatan besar karena memang formulasi penyusunannya sejak 2015 terjadi masalah sehingga akumulasi 2023 ini menjadi kelihatan besar," tegasnya.
Berdasarkan kondisi ekonomi saat ini, Sigit mengungkapkan bahwa pengeluaran perkapita di Sukoharjo saat ini berkisar pada Rp1.381.764/kepala. Sementara rata-rata anggota rumah tangga ada sebanyak 3,57.
Sigit menyimpulkan kebutuhan dalam satu rumah tangga dengan minimal 4 orang berkisar Rp4.932.897. Dengan penghitungan tersebut jumlah penghasilannya dalam satu keluarga jika dua orang bekerja dengan UMK 2023 hanya mencapai Rp4.276.494 sehingga terjadi ketidaksesuaian antara pendapatan dan kebutuhan.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sukoharjo, bersikukuh tetap menggunakan ketentuan pada PP No. 51/2023 tentang perubahan atas PP No. 36/2021 tentang pengupahan.
Ketua Apindo Sukoharjo M. Yunus Arianto mengakui belum adanya kesepakatan dalam rapat dewan pengupahan. Namun dalam rapat tersebut telah disepakati menggunakan PP No. 51/2023.
"Kami juga mengusulkan nilai alfa sebagai konstanta sebesar 0,1 dengan pertimbangan produktivitas dan penyerapan tenaga kerja yang rendah. Sehingga kenaikan UMK 2024 akan sebesar kira-kira 2.6% dari UMK sebelumnya," paparnya.
Ia menambahkan, Apindo tetap berpegang pada aturan yang berlaku saat ini yaitu PP No. 51/2023. Diluar dari aturan tersebut Apindo menegaskan tidak akan menanggapi. Yunus juga berharap pemerintah bisa konsisten menjalankan aturan yang ada.
Editor : Joko Piroso