YOGYAKARTA,iNewsSragen.id - Mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian, puluhan konsumen pembeli apartemen Malioboro Park View (MPV) menggelar aksi unjuk rasa didepan gedung Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Yogyakarta, Senin (16/12/2024).
Warga masyarakat dari berbagai daerah yang merupakan korban pembelian apartemen MPV itu datang dengan membawa poster bertuliskan kecaman dan tuntutan terhadap BTN selaku bank penjamin pemasaran apartemen.
Mereka datang beramai-ramai ke BTN dengan naik kereta kuda atau andong yang dihias poster dan spanduk. Selain itu juga kompak memakai seragam kaos putih dengan tulisan menyindir BTN, 'Apartemen Dipailitkan, Cicilan Tetap Ditagih, BTN Harus Bertanggung Jawab', begitu bunyinya.
Meskipun dilarang masuk ke halaman BTN, massa tak kurang akal menggelar aksi unjuk rasa melakukan orasi di trotoar jalan hingga menarik perhatian warga yang melintas di depan BTN KC Yogyakarta, tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman.
Oleh pihak BTN, massa melalui perwakilan yang ditunjuk bersama Asri Purwanti selaku kuasa hukum dari konsumen MPV diterima masuk ke dalam untuk audensi dengan pihak manajemen.
Asri yang juga Ketua DPD Konggres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Tengah, saat ditemui wartawan usai audensi mengungkapkan bahwa hasil audensi dengan pihak BTN KC Yogyakarta masih jauh dari yang diharapkan para konsumen MPV.
Masih deadlock. Pihak BTN Yogyakarta menyatakan belum bisa mengambil sikap dengan dalih itu wewenang pusat," kata Asri yang mengungkap jalannya audensi juga dimonitor langsung oleh kepolisian dan Badan Intelejen Negara (BIN)
Disebutkan, beberapa hal yang menjadi inti tuntutan konsumen MPV antara lain, meminta agar pihak berwenang memasang garis polisi di proyek apartemen yang sudah diketahui bermasalah dan saat ini menjadi obyek sengketa. Alasannya, pasca putusan pailit banyak barang-barang yang hilang.
"Kami juga meminta agar para konsumen yang sudah membayar kredit cicilan namun rekeningnya terkena BI checking, segera ada tindakan dari pihak BTN. Kasihan mereka. Kami tidak mau (penyelesaian) melalui Ombudsmen, karena hanya menampung masalah tanpa ada solusi," ujar Asri.
Dalam perkara itu, Asri juga mempertanyakan keputusan BTN yang berani mengucurkan kredit kepada konsumen tanpa terlebih dulu melakukan penelitian terkait pengembang proyek pembangunan apartemen 12 lantai yang ternyata belum mengantongi izin dari pihak-pihak yang berwenang.
"Kenapa pihak BTN tidak memberitahu kepada para konsumen yang akan melakukan akad kredit bahwa ternyata ada resiko manajemen dan bangunan itu tidak berizin. Bahkan sebagian lahannya masuk kawasan sultan ground (tanah kasultanan)," kata Asri.
Disebutkan, mayoritas konsumen pembeli apartemen MPV melakukan akad kredit pada tahun 2018 - 2019 sedangkan apartemen dibangun tahun 2016. Dalam hal ini BTN dinilai lalai dan patut diduga melakukan pelanggaran lantaran mengucurkan kredit tanpa terlebih dulu memeriksa kelengkapan izin pembangunan dari pengembang.
Mengingat para konsumen sudah cukup lama menderita kerugian akibat gagal memiliki apartemen yang jelas-jelas sudah dibayar angsurannya melalui BTN, maka Asri mendesak BTN segera menyelesaikan permasalahan itu, yakni mengembalikan uang konsumen tanpa harus menunggu lelang pasca putusan pailit, apalagi mencari investor baru.
"Kami tidak mau lagi molor. Tidak mungkin bisa langsung dapat investor. Nilai objeknya saja Rp 153 miliar sedangkan hutang mencapai Rp 400 miliar. Bagaimana bisa dapat investor, apalagi izinnya tidak ada," tegas Asri.
Diketahui, kisruh apartemen MPV ini juga telah dilaporkan Asri selaku kuasa hukum perwakilan konsumen ke Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda DIY, dimana saat ini disebutkan masih dalam tahap penyelidikan.
Diantara pembeli apartemen MPV yang ikut aksi, Sri Sunardiyati (68) warga Yogyakarta, mengaku sudah membayar lunas pembelian tiga unit apartemen senilai Rp 750 juta sejak tahun 2016. Namun hingga kini belum menerima sertifikat maupun kunci apartemen.
"Kalau sertifikat tidak bisa diberikan, saya minta agar uang dikembalikan," ucapnya disela aksi unjuk rasa.
Lain lagi cerita pembeli apartemen MPV asal Solo yang bernama Uni Ratna (45), setelah 2021 mengetahui pengembang dipailitkan ia mulai berhenti membayar angsuran di BTN. Angsurannya kurang 8 kali untuk dua unit apartemen dengan harga Rp 600 juta.
"Kami tahu kalau PT (pengembang-Red) dipailitkan karena ada tulisan di apartemen. Kemudian kami tanya ke BTN dan ternyata benar pailit. Akibat tidak lagi membayar angsuran apartemen yang bermasalah itu, saya terkena BI checking," imbuhnya.
Sementara, pihak manajemen BTN KC Yogyakarta saat akan diminta tanggapannya belum dapat dikonfirnasi hingga berita ini ditulis. Wartawan juga dilarang masuk oleh pihak keamanan bank.
Editor : Joko Piroso