GROBOGAN, iNewsSragen.id - Seorang wanita paruh baya tangguh asal Grobogan telah berjuang selama bertahun-tahun agar anak-anak, terutama dari keluarga miskin, dapat memperoleh pendidikan tambahan yang lebih baik dan menjadi lebih produktif serta cerdas.
Dengan modal honor sebesar tiga ratus ribu rupiah per bulan, ia rela membangun dan mengembangkan lima taman bacaan gratis yang kini dikelola oleh warga setempat. Apa perjuangan ibu ini dalam memperjuangkan perubahan pendidikan yang lebih baik? Berikut adalah liputannya.
Inayati, seorang warga Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Grobogan, Jawa Tengah, setiap pagi harus siap berangkat mengajar di tiga sekolah yang berbeda. Di antaranya, di Sekolah Dasar Negeri 1 Ngombak, Sekolah Menengah Pertama, dan Madrasah. Dengan mengendarai sepeda mini, ia menempuh perjalanan melewati kawasan hutan menuju tempat mengajar. Aktivitas ini dilakukannya setiap hari tanpa merasa lelah atau mengeluh, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Untuk tugas mengajar pertama kali, Inayati menuju Sekolah Dasar Negeri 1 Ngombak. Sesampainya di sekolah, ia memeriksa hasil ujian anak-anak dan kemudian masuk ke ruang kelas untuk mengajar bahasa Inggris. Sebagai seorang ibu single parent dengan satu anak, ia adalah lulusan sarjana hukum. Namun, karena kemampuan berbahasa Inggris yang baik, ia dipercaya oleh pihak sekolah untuk mengajar mata pelajaran bahasa Inggris.
Menurut Tatik Budianingsih, Kepala Sekolah Dasar Negeri 1 Ngombak, Inayati adalah guru tamu yang sudah bergabung sejak tahun 2020. Karena kondisi keuangan sekolah yang terbatas, pihak sekolah hanya mampu memberikan honor sebesar tiga ratus ribu rupiah. Kepala sekolah berharap agar pemerintah, terutama Presiden Prabowo, memberikan kesejahteraan bagi seluruh guru, baik guru tamu, honor, maupun pegawai negeri sipil.
Setelah mengajar di SD Negeri 1 Ngombak, Inayati berpindah ke sekolah lain untuk melanjutkan pengajaran. Di sekolah tersebut, ia menerima honor seratus lima puluh ribu rupiah. Meski harus berjuang keras dengan penghasilan yang minim, ibu paruh baya ini mengaku sangat senang dan ikhlas menerima semuanya. Bahkan, uang yang diperoleh dari hasil mengajar digunakan untuk mengembangkan taman bacaan yang telah ia rintis sejak beberapa tahun lalu.
Inayati memiliki pengalaman mengajar sejak tahun 1993 di Banjarmasin, Kalimantan. Setelah itu, ia bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di tempat seorang kerabat kerajaan Brunei Darussalam selama tujuh tahun. Ia terpaksa kembali ke Indonesia untuk merawat anak semata wayang dan orang tuanya yang sakit-sakitan. Dari sinilah jiwa pendidik ibu satu anak ini kembali bangkit. Sejak awal karir, ia sempat mendirikan taman bacaan dengan kondisi seadanya, hingga kini ia dapat mencari biaya untuk pengembangan taman bacaan melalui pengajaran di beberapa sekolah.
Mengetahui banyaknya anak-anak dan orang tua yang lebih fokus pada permainan gadget, ia semakin bersemangat untuk mengajak dan merekrut warga sekitar agar lebih giat mengembangkan taman bacaan di desa. Dengan bantuan relawan setempat dan biaya pribadi, Inayati berhasil mendirikan lima taman bacaan. Kini, kelima taman bacaan tersebut diserahkan dan dikelola oleh warga setempat. Beberapa donatur yang mengetahui perjuangan literasi wanita ini turut memberikan donasi buku bagi taman bacaan tersebut.
Dengan menggunakan dana pribadi dari hasil mengajar dan bantuan dari donatur, kelima taman bacaan tersebut kini mulai berkembang dan banyak dimanfaatkan oleh warga untuk belajar serta mengajar anak-anak mereka secara gratis. Taman bacaan yang terletak di rumah Inayati dibuka untuk seluruh warga Desa Ngombak dan warga lain yang ingin belajar setiap hari Minggu dan hari libur lainnya.
Wati, salah satu warga Desa Ngombak, mengaku sangat terbantu dengan adanya taman bacaan ini. Ia kini lebih santai dalam mengurus dan mengajar anak-anak, karena selain mendapatkan pendidikan formal di sekolah, ia juga bisa lebih dekat dengan kemampuan anak-anaknya dalam belajar. Ia dapat memberikan pengetahuan lain yang didapat dari buku, serta menghemat biaya karena bisa belajar secara gratis di taman bacaan.
Inayati mengaku sangat prihatin dengan kondisi pendidikan anak-anak saat ini, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu. Oleh karena itu, ia berharap taman bacaan yang telah dirintisnya dapat membantu warga miskin dalam mengajarkan dan mencerdaskan seluruh warga, baik anak-anak maupun dewasa.
Editor : Joko Piroso