Kades Pelemgadung Sragen Bantah Keterlibatan Soal DP 10% Dana Bantuan Aspirasi DPRD

SRAGEN, iNewsSragen.id – Bantuan aspirasi DPRD yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan lokal justru ternoda oleh dugaan praktik pungutan liar di Desa Pelemgadung, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen. Sejumlah warga di RT 07 secara terbuka mengaku diminta menyetor uang muka (DP) sebesar 10 persen dari total dana bantuan sebelum pencairan dilakukan.
“Di RT lain juga sama,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya, menegaskan bahwa praktik ini tidak hanya terjadi di satu titik, tetapi sudah menjadi semacam pola di berbagai wilayah dalam desa.
Mirisnya, permintaan setoran ini bukan hanya tidak sah secara prosedural, tapi juga dilakukan tanpa disertai bukti kwitansi atau dokumen resmi apa pun. Warga yang merasa terdesak dan takut bantuan mereka dialihkan atau dibatalkan, akhirnya terpaksa menyerahkan uang muka tersebut. Salah satu warga bahkan menyebut bahwa pada tahun 2024, warga menerima bantuan senilai Rp70 juta, namun harus membayar DP sebesar Rp4 juta.
"Kalau nggak bayar, katanya nanti nggak cair," ujar warga itu.
Yang lebih mengkhawatirkan, beredar kabar bahwa pola pungutan DP ini akan kembali diberlakukan pada tahun 2025. Ironisnya, wacana ini dibicarakan secara terbuka dalam forum-forum lokal, seolah menjadi praktik normal dan tak terbantahkan.
Kepala Desa Pelemgadung, Bekti Priyo Sambodo, saat dikonfirmasi justru mengelak terlibat dalam penentuan kebijakan. Ia menyatakan bahwa posisi pemerintah desa hanya sebagai pelaksana teknis.
“Kalau soal itu, pemerintah desa sekadar pelaksana. Hal-hal seperti itu MoU-nya dengan anggota dewan. Kita tidak tahu,” ujarnya kepada awak media, Rabu (28/5/2025).
Ia menambahkan bahwa pihak desa hanya menjembatani komunikasi antara anggota dewan dan warga penerima manfaat. Bekti menegaskan tidak ada pengurangan dalam pagu bantuan karena seluruh spesifikasi proyek telah termuat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang mengikuti aturan bupati.
“Sudah ada alokasi untuk upah tukang, sehingga swadaya diupayakan untuk menutup kekurangan,” katanya.
Namun, pernyataan Kades tersebut justru menuai tanda tanya. Jika memang sudah dialokasikan dalam RAB, lalu untuk apa warga harus mengeluarkan dana hingga jutaan rupiah sebelum bantuan cair?
Bekti bahkan menduga bahwa isu ini disebarkan oleh oknum yang tidak menyukai pemerintah desa. Ia mengklaim bahwa kelompok masyarakat (Pokmas) sudah paham kondisi lapangan, dan proses penyaluran telah didampingi oleh pihak desa dan kecamatan.
Editor : Joko Piroso