Program Tebu Nasional Diperkenalkan, Petani Hutan Sragen Minta Skema yang Adil

SRAGEN, iNewsSragen.id — Sosialisasi program budidaya tebu di kawasan hutan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tangen, Sragen, pada Selasa siang (22/7/2025), berlangsung cukup dinamis.
Meski berjalan tertib, diskusi antara perwakilan Perhutani, PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), dan masyarakat petani hutan Desa Ngepringan berlangsung alot, menyusul adanya komplain warga terhadap skema kerja sama yang ditawarkan.
Masyarakat petani hutan menyatakan tidak menolak program swasembada gula nasional yang digagas pemerintah. Namun, mereka menyampaikan keberatan apabila lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun secara turun-temurun dijadikan bagian dari skema Kerja Sama Operasional (KSO) antara Perum Perhutani dan pabrik gula.
Petani mengaku khawatir akan kehilangan hak atas lahan garapan, sekaligus kehilangan sumber mata pencaharian. Mereka menuntut agar tetap dilibatkan sebagai pihak aktif dalam budidaya tebu, tanpa harus menyerahkan kontrol atas lahan ke pihak luar.
“Kami mendukung program pemerintah, tetapi kami minta tetap dilibatkan secara langsung. Jangan ambil mata pencaharian kami,” ujar Samsi, Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat, di hadapan pihak Perhutani dan PG Mojo.
Senada, Ali salah satu petani hutan, menegaskan bahwa dirinya dan petani lain telah menjadi pesanggem selama bertahun-tahun dan selalu mematuhi aturan. Ia menolak jika peran mereka dikesampingkan dalam program yang seharusnya melibatkan masyarakat lokal secara menyeluruh.
“Kami siap menanam tebu, asal tetap menggarap lahan kami sendiri. Jangan dialihkan ke sistem KSO. Kami ingin jadi pelaku, bukan penonton,” ucapnya.
Petani dari sejumlah petak, seperti 55e, 44D-1, 41B, dan 16, mengusulkan skema yang lebih adil: petani tetap sebagai penggarap, sedangkan PG Mojo berperan sebagai pembeli hasil panen dan pendamping teknis. Mereka berharap, skema partisipatif ini bisa memastikan kelangsungan ekonomi petani tanpa menghambat target nasional produksi gula.
Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Madya Pembinaan Sumber Daya Hutan KPH Surakarta, Jhon Wahyudi Tri Susilo, menegaskan bahwa Perum Perhutani hanya bertindak sebagai fasilitator kerja sama antara masyarakat dan PT SGN. Ia menyambut baik diskusi terbuka tersebut dan berharap aspirasi masyarakat menjadi bahan pertimbangan lebih lanjut.
Sementara itu, Bagian Tanaman PG Mojo, Ahmadi Ari Kurniawan, menyampaikan bahwa pihaknya mencatat poin-poin penting hasil pertemuan, termasuk penolakan terhadap sistem KSO. Menurutnya, usulan petani untuk tetap mengelola lahan sendiri dan menjual hasil panen ke PG Mojo akan dibawa ke jajaran direksi untuk dikaji lebih lanjut.
“Kami catat bahwa petani ingin menanam tebu di lahan sendiri dengan dukungan PG sebagai mitra pendamping. Itu akan kami sampaikan ke pusat,” ujarnya.
Sebagai informasi, program budidaya tebu ini merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol. Perum Perhutani Divre Jateng telah menandatangani kerja sama dengan PT SGN, dan PG Mojo ditunjuk sebagai pelaksana di wilayah Sragen.
Kontrak kerja sama ini direncanakan berlangsung selama lima tahun, atau hingga tahun 2030 mendatang.
Editor : Joko Piroso