251 Siswa SD dan SMP di Gemolong Sragen Mual dan Diare Usai Santap MBG

SRAGEN, iNewsSragen.id — Ratusan siswa SD dan SMP di Kecamatan Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, mengalami gejala mual, muntah, pusing, dan diare usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah. Dugaan keracunan massal ini memicu respons cepat Bupati Sragen Sigit Pamungkas, yang langsung menghentikan sementara distribusi MBG selama dua hari untuk investigasi.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen mencatat, sedikitnya 251 siswa terdampak pada Senin–Selasa (11–12/8/2025). Gejala dialami hampir merata, baik siswa SD maupun SMP.
Salah satu siswa SMPN 3 Gemolong, Asfa, mengaku merasakan mual, sakit perut, pusing, muntah, dan diare usai makan siang yang disediakan program MBG. “Setelah diperiksa dan minum obat, saya akhirnya sembuh,” ujarnya.
Menanggapi kejadian tersebut, Bupati Sragen bersama Dandim, Kapolres, dan jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mendatangi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mitra Mandiri Gemolong untuk memeriksa proses pengolahan dan distribusi makanan. Mereka juga meminta keterangan guru dan siswa yang terdampak.
“Kami mendapat laporan 251 siswa di Gemolong mengalami gejala keracunan massal. Kami langsung mengecek proses bisnis pengadaan MBG dan meminta keterangan dari pihak sekolah,” kata Sigit di SMPN 1 Gemolong, Selasa (12/8/2025).
Bupati Sigit menetapkan empat langkah penanganan cepat:
1.Penghentian distribusi MBG selama dua hari ke seluruh sekolah sasaran SPPG Mitra Mandiri Gemolong.
2.Pengobatan massal melalui Puskesmas Gemolong bagi siswa yang masih bergejala.
3.Pembukaan posko siaga 24 jam untuk menerima laporan gejala baru dari masyarakat.
4.Pengiriman sampel makanan ke Laboratorium Kesehatan Daerah Semarang untuk mengetahui penyebab pasti.
Siswa SMPN 3 Gemolong, korban keracunan MBG.Foto:iNews/Joko P
Menu yang Diperiksa
Sampel yang dikirim ke laboratorium meliputi nasi kuning, telur dadar suwir, orek tempe kering, timun, selada, dan susu kotak menu yang disajikan pada Senin (11/8/2025). Hasil uji laboratorium menjadi kunci penentuan apakah penyebab keracunan berasal dari bahan baku, penyajian, atau proses distribusi.
Bupati menegaskan bahwa program MBG di Sragen memiliki petugas pengawas untuk memastikan kualitas makanan sesuai standar. “Kami ingin tahu mengapa, meski ada pengawas, kasus seperti ini masih terjadi,” tegasnya.
Dinkes Sragen memastikan tidak ada korban yang harus dirawat inap. Mayoritas siswa sudah membaik setelah mendapat obat. Namun, bagi siswa yang masih bergejala, pihak sekolah memberikan izin libur untuk pemulihan.
“Semua kasus harus dilihat secara spesifik. Tidak boleh langsung menyimpulkan. Di penyedia MBG mana pun, standar higienis dan keamanan siswa harus jadi prioritas,” pungkas Bupati.
Editor : Joko Piroso