get app
inews
Aa Text
Read Next : Momentum Hari Korpri: Sragen Kencangkan Ikat Pinggang, TPP ASN Tunggu Restu Kemendagri

Suami Honorer Lolos PPPK, Rumah Tangga Siti Justru Hancur: Ada Dugaan Manipulasi Data

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:56 WIB
header img
Dwi Nur Cholis dari LBH Lingkar Fakta, bersama Siti.Foto:iNews/ Nanang SN

SUKOHARJO,iNewsSragen.idKisah pilu dialami Siti (35), seorang ibu rumah tangga asal Kartasura, Sukoharjo. Rumah tangga yang ia bangun selama satu dekade bersama suaminya, H, runtuh seketika justru pada momen yang seharusnya membahagiakan, saat sang suami lolos sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Setelah sepuluh tahun mendampingi H berjuang dari masa-masa sulit sebagai honorer di sebuah perguruan tinggi negeri tak jauh dari rumah tinggalnya, Siti tak pernah membayangkan bahwa keberhasilan itu menjadi awal kehancuran. H menggugat cerai tepat menjelang diterbitkannya SK PPPK.

Kini, Siti harus membesarkan seorang anak perempuan berusia sembilan tahun seorang diri. Sang bocah disebut sempat mengalami trauma lantaran perpisahan kedua orang tuanya berlangsung mendadak dan penuh tekanan.

Luka Siti semakin dalam setelah muncul dugaan bahwa sang suami menghapus status perkawinannya dalam berkas administrasi seleksi PPPK. Dalam aturan, peserta yang sudah menikah harus mencantumkan tanda tangan pasangan di surat pernyataan. Namun berkas H justru berisi tanda tangan orang tuanya, bukan milik Siti.

Padahal pada 31 Oktober 2024, tanggal pembuatan surat pernyataan PPPK, status H masih suami sah Siti. Perceraian baru diputus pada 25 Maret 2025.

“Ipso facto, saat itu mereka masih suami-istri. Jadi bisa diduga terjadi perbuatan melawan hukum (PMH),” ujar kuasa hukum Siti, Dwi Nur Cholis dari LBH Lingkar Fakta, Sabtu (6/12/2025).

Merasa dikhianati dan dirugikan secara moral maupun hukum, Siti mengajukan gugatan PMH di Pengadilan Negeri Sukoharjo. H menjadi tergugat utama, sementara perguruan tinggi tempatnya bekerja, Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Agama (Kemenag) turut digugat.

Menurut Dwi, persoalan ini bukan sekadar gugatan perdata biasa, tetapi menyangkut etika dan moralitas.

“Penggugat mendampingi tergugat sejak masa honorer. Namun ketika tergugat berada di posisi mapan, penggugat justru ditinggalkan,” tegasnya.

Siti menuntut pembatalan SK PPPK suaminya karena meyakini ada cacat administrasi sejak awal, terutama terkait dugaan pemalsuan keterangan status perkawinan.

Sidang yang bergulir sejak 8 September 2025 diyakini menjadi momentum untuk mengungkap duduk perkara. Namun kuasa hukum mengkritik sikap para turut tergugat yang dinilai lebih membela H ketimbang melakukan klarifikasi internal.

“Mestinya integritas administrasi negara dijaga sejak proses perekrutan. Apalagi ini menyangkut perguruan tinggi negeri di bawah Kemenag,” kata Dwi.

Dwi menegaskan bahwa perkara ini murni PMH sesuai Pasal 1365 KUH Perdata karena saat membuat surat pernyataan, H belum berstatus ASN maupun PPPK. Karena itu, kewenangan mutlak (absolut) berada di Peradilan Umum, yaitu PN Sukoharjo, bukan PTUN.

Tak hanya perdata, tim hukum juga mempertimbangkan langkah pidana.

“Saat ini kami sedang mengumpulkan bukti-buktinya untuk kemungkinan laporan dugaan pernyataan palsu,” ujarnya.

Kasus ini pun menarik perhatian publik karena memadukan drama rumah tangga, dugaan manipulasi administrasi negara, hingga persoalan moralitas rekrutmen PPPK oleh lembaga pendidikan tinggi.

Editor : Joko Piroso

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut