Dari Korban ke Tergugat PMH, Warga Boyolali Ungkap Dugaan Rekayasa Fakta oleh Notaris
BOYOLALI,iNewsSragen.id – Upaya seorang notaris/PPAT perempuan berinisial DS untuk menyerang balik lewat gugatan perdata justru berujung petaka. DS, yang berkantor di Desa Sawahan, Ngemplak, Boyolali, kini kembali dilaporkan ke Polres Boyolali setelah diduga menggunakan dokumen palsu buatannya sendiri sebagai dasar gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Boyolali.
Pelapor adalah Sumarno, warga Kismoyoso, Ngemplak, Boyolali. Ia menyebut DS nekat memutarbalikkan fakta hukum dengan menggugat dirinya, meski sebelumnya DS telah mengakui secara tertulis telah membuat surat-surat palsu, termasuk surat keterangan kematian palsu atas nama Sumarno.
Kasus ini bermula dari laporan pidana Sumarno terhadap DS di Polres Boyolali pada 2 Oktober 2024. Laporan tersebut sempat berakhir damai melalui mediasi pada 24 Juni 2025, di mana DS menandatangani surat pernyataan pengakuan kesalahan dan permintaan maaf, disaksikan kedua orang tuanya serta kuasa hukum Sumarno.
Namun situasi berbalik arah. Setelah Sumarno mencabut laporan polisi pada 14 Juli 2025, DS justru melayangkan gugatan PMH ke PN Boyolali pada 10 September 2025. Dalam gugatan itu, DS menuding Sumarno dan pembeli tanah M. Djaelani Musthofa sebagai pihak yang membuat dan menggunakan dokumen palsu.
“Yang dituduhkan itu justru perbuatan DS sendiri dan sudah diakui dalam mediasi. Tapi sekarang fakta dibalik seolah-olah saya pelakunya,” tegas Sumarno, Rabu (17/12/2025).
Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang ketiga dengan agenda pembuktian pada 25 November 2025. Sumarno menemukan sejumlah dokumen yang sebelumnya telah diakui palsu oleh DS, kembali dimunculkan sebagai alat bukti gugatan.
Tak hanya itu, DS disebut pernah mengakui pemalsuan tersebut dalam klarifikasi di BPN Boyolali pada 7 Oktober 2024, disaksikan Kepala Desa Sawahan, Camat Ngemplak, petugas BPN, penjual (Sumarno), pembeli, dan saksi lainnya. Dalam kasus ini, DS diduga juga memalsukan surat dari Kades dan Camat.
“Dua surat yang dijadikan bukti gugatan itu tidak pernah saya buat maupun saya tandatangani. Itu murni perbuatan DS,” ujar Sumarno.
Dokumen yang dipersoalkan antara lain Surat Keterangan Waris (SKW), akta kematian, hingga berita acara pembatalan proses peralihan hak yang dibuat seolah-olah ditandatangani Sumarno. Bahkan, DS diduga memalsukan tanda tangan dan mencantumkan nama Sumarno sebagai pihak yang menyerahkan berkas.
Keanehan lain terletak pada rekayasa waktu. DS menuduh Sumarno menyerahkan dokumen palsu pada 23 Januari 2024, padahal dokumen kematian palsu tersebut telah dibuat dan digunakan DS lebih dulu pada 12 Januari 2024.
“DS bahkan membuat surat kematian palsu tentang saya untuk pengajuan BPHTB waris ke Badan Keuangan Daerah Boyolali. Ini perbuatan yang benar-benar di luar nalar seorang notaris,” ungkapnya.
Merasa dijebak dengan dokumen palsu yang digunakan sebagai senjata hukum, Sumarno dengan Zaenal Arifin selaku kuasa hukum, memastikan proses pidana kembali ditempuh. Laporan baru ke Polres Boyolali kini menjerat DS atas dugaan pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu dalam proses peradilan.
“Bukti-bukti baru muncul dari gugatan dia sendiri. Semua yang dipakai sebagai dasar gugatan itu palsu. Proses hukum pidana akan saya lanjutkan,” pungkas Sumarno.
Editor : Joko Piroso