4. Larangan berhubungan seksual dengan cara dan kondisi yang tidak dikehendaki
Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah [2] : 222, yakni: وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ….. ٢٢٢
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu…”
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan larangan untuk melakukan hubungan seksual berupa jima’ pada kemaluan wanita yang sedang haid.
Sementara pada sesuatu selain kemaluannya, mayoritas ulama membolehkannya. Selain itu, ayat tersebut juga mengandung penjelasan bahwa ketika wanita selesai haid maka diperbolehkan untuk menggaulinya (al-ityan) atau melakukan jima’ (Al-Zuhaili, 2013: 519).
Frasa “fa`tuuhunna min haytsu amarakumullah” menurut Al-Zuhaili (2013: 520) bermakna bahwa cara berhubungan seksual yang ma’ruf sesuai ajaran Islam adalah dengan melakukan penetrasi hanya pada bagian vagina yang merupakan tempat reproduksi.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com dengan judul "4 Aktivitas Seksualitas yang Dilarang Menurut Al-Qur'an"
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait