JAKARTA, iNewsSragen.id - Papua kini telah dimekarkan menjadi enam enam provinsi. Keenamnya yakni Provinsi Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Tengah.
Keenam provinsi ini diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), artinya memiliki kewenangan yang diakui untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Pemekaran bertujuan untuk percepatan pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik, mempercepat kesejahteraan masyarakat dan mengangkat harkat derajat orang asli Papua (OAP).
Seperti yang pernah disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Wapres menyebut Papua tetap satu dan tidak dipecah-pecah meski daerah tersebut telah dimekarkan menjadi enam provinsi.
"Meski secara administratif terdapat perbedaan, Papua sebagai satu kesatuan budaya tetap terjalin dalam rumah besar, Tanah Papua. Papua tetap satu, tidak dipecah-pecah. Papua tetap satu, hanya pelayanan administratif (yang berbeda)," ujar Wapres selaku Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) atau Badan Pengarah Papua (BPP) beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kehadiran daerah otonomi baru (DOB) merupakan sesuatu yang dapat mengubah pembangunan di Tanah Papua menjadi lebih cepat dan merata.
"Negara telah melakukan kebijakan untuk menetapkan provinsi baru di Tanah Papua. Kehadiran provinsi baru ini agar disikapi sebagai game changer, kunci yang mengubah desain pembangunan dan pelayanan publik sehingga lebih dekat kepada akar rumput. Jadi, tidak terlalu jauh tapi didekatkan dengan masyarakat," katanya.
Ini penjelasan lengkap pemberian otonomo khusus di Papua:
Dasar Hukum
Otonomi Khusus Papua diberikan Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 135 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4151) yang telah diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No 57 dan TLN No 4843.
Kemudian UU Nomor 21 Tahun 2001 yang terdiri atas 79 pasal mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus.
Untuk materi lengkap bisa dilihat di dalam UU 21/2001. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU ini, Wilayah Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.
Dalam amanat UU ini juga ditandai dengan adanya badan khusus yakni Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua atau Badan Pengarah Papua (BPP) otsus Papua.
Latar Belakang
MPR pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua (dulunya Irian Jaya). Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.
Tujuan otsus dari Pemerintah ke Papua ini juga untuk memberikan kesejahteraan, kemakmuran dan pengakuan terhadap hak-hak dasar Rakyat Papua.
Provinsi di Papua
Saat ini di Papua terdapat enam provinsi. Pertama Provinsi Papua dengan Ibu Kota Jayapura. Kemudian Papua Barat dengan Ibu Kota Manokwari.
Selanjutnya Papua Selatan dengan Ibu Kota Merauke. Lalu Papua Tengah Ibu Kota Nabire, Papua Pegunungan dengan Ibu Kota Jayawijaya dan Papua Barat Daya yang belum diundangkan secara resmi, namun berada di wilayah Sorong.
Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah di Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif dan pemerintah provinsi sebagai badan eksekutif.
Dalam penyelenggaraan otonomi khusus, dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli Papua (OAP) yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua.
Hal ini berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Dana Perimbangan
Sebagai daerah otsus, Papua mendapat data perimbangan dari bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam. Seperti Pajak Bumi dan Bangunan 90%, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80%, Pajak Penghasilan Orang Pribadi 20%, Kehutanan 80%, Perikanan 80%, Pertambangan umum 80%, Pertambangan minyak bumi 70% selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001 (mulai tahun ke-26 menjadi 50%), pertambangan gas alam 70% selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001 (mulai tahun ke-26 menjadi 50%).
Kemudian sekurang-kurangnya 30% penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk biaya pendidikan dan sekurang-kurangnya 15% untuk kesehatan dan perbaikan gizi.
Dana lain-lain yakni Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait