Ki Ageng Mangir kaget dan marah karena merasa telah ditipu. Namun, cinta sejadi Pembayun seolah menghapus dendam dan niat sang ayah. Ia berusaha memberi solusi terbaik untuk suaminya. Pembayun meyakinkan suaminya kalau dirinya benar-benar mencintainya. Ia pun kemudian membujuk suaminya untuk mau menghadap Panembahan Senopati sebagai mertuanya. Demi cintanya pada Pembayun dan bayi yang sedang dikandungnya, Ki Ageng Mangir memenuhi permintaan istrinya. Ia dan istrinya menghadap Panembahan Senopati. Kedatangan Ki Ageng Mangir ke istana Mataram disambut dengan membuat Tarub, di mana tombak sakti Kiai Baru Klinting milik Ki Mangir harus ditinggal di luar.
Dikisahkan bahwa begitu bertemu dengan Panembahan Senopati, Ki Ageng Mangir langsung menghaturkan sujud sungkem pada mertuanya. Saat itu pula, dendam Panembahan Senopati bergejolak. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, tombak sakti tadi digunakan Senopati untuk menikam Ki Ageng Mangir.
Dengan kekuatan yang masih tersisa, Ki Ageng hendak menyeruduk Senopati. Namun, sang mertua dengan sigap pula membenturkan kepala Ki Ageng ke batu tempat ia duduk yang dinamakan Watu Gilang. Saat itulah kepala Ki Ageng Mangir hancur dan dia tewas seketika. Melihat suaminya tewas mengenaskan, Pembayun menangis histeris. Jenazah Ki Ageng Mangir kemudian dimakamkan di di pemakaman kerabat Mataram Kotagede, Yogyakarta.
Sumber: wikipedia
diolah dari berbagai sumber
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com dengan judul "Kisah Tragis Ki Ageng Mangir, Ksatria Penentang Mataram yang Tewas di Tangan Mertua".
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait