SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Yulianto warga Dukuh Kragilan RT 02/ RW XV, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, menjadi terpidana hukuman mati terlama yang menunggu antrian untuk di eksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo.
Pembunuh berantai yang membuat geger lantaran salah satu korban yang dibunuh adalah anggota TNI dari Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan itu, menjadi salah satu dari tiga terpidana mati yang antri untuk di eksekusi.
Dikenal sebagai dukun, Yulianto yang kini genap berusia 50 tahun diketahui juga telah membunuh seorang tetangganya sendiri bernama Sugiyo. Kasus pembunuhan itu terbongkar pada 2010 silam dan pengadilan pada 2011 menjatuhkan vonis hukuman mati.
Kasi Pidum Kejari Sukoharjo Aspi Riyal Juli Indarman saat dikonfirmasi menyampaikan berdasarkan data, total di Sukoharjo ada tiga terpidana mati yang menunggu pelaksanaan eksekusi di hadapan regu tembak.
Tiga terpidana mati dimaksud, selain Yulianto ada dua lainnya yaitu, Henry Taryatmo (43) pelaku pembunuhan satu keluarga di Baki pada Agustus 2020, dan Eko Prasetyo (33) pelaku pembunuhan dengan membakar korban dalam mobil di Bendosari pada Oktober 2020.
"Untuk (terpidana) Yulianto terakhir putusannya pada 2011, terus mengajukan grasi tapi ditolak. Kemudian (terpidana) Henry Taryatmo sudah mengajukan kasasi dan sudah diputus 'Inkracht' (berkekuatan hukum tetap) pada 2021," terang Riyal didampingi Kasi Intel Kejari Sukoharjo Galih Martino Dwi Cahyo pada, Rabu (31/5/2023).
Selanjutnya untuk Eko Prasetyo, menurut Riyal, sudah mengajukan banding dan putusannya keluar pada 2021 adalah hukuman mati. Atas hasil putusan banding itu, Eko Prasetyo tidak mengajukan kasasi, dengan kata lain menerima untuk dihukum mati.
"Namun begitu, yang bersangkutan masih bisa mengajukan PK (Peninjauan Kembali-Red), termasuk juga bisa mengajukan grasi. Karena putusan hukuman mati itu meskipun sudah Inkracht tidak serta merta langsung dilaksanakan eksekusi," jelasnya.
Dalam hal pelaksanaan eksekusi hukuman mati, dijelaskan oleh Riyal, dasarnya adalah instruksi Jaksa Agung. Oleh karenanya, selama belum ada instruksi maka terpidana hanya bisa menunggu.
"Karena yang berwenang memberi instruksi adalah Jaksa Agung. Biasanya, nanti seluruh data putusan hukuman mati se-Indonesia dikumpulkan untuk dilakukan evaluasi. Jadi bisa saja eksekusinya baru bisa dilaksanakan 1 tahun, 2 tahun, atau 3 tahun kemudian, dan bahkan lebih," tandasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait