Disisi lain, Kusumo juga meminta agar dalam pelaksanaan revitalisasi total Sriwedari tidak mengesampingkan keberadaan pelaku usaha yang selama ini, atau sejak puluhan tahun silam menggantungkan hidup mengais rejeki di kawasan tersebut.
"Para pelaku usaha di kawasan Sriwedari ini kami minta tetap diberi tempat. Mereka ini dari berbagai komunitas yang tergabung dalam Foksri, seperti penjual buku, jasa pigura, PKL (pedagang kaki lima), jasa pengetikan komputer, seniman, parkir, dan sebagainya," sebutnya.
Menurut Kusumo, jumlah anggota Foksri sendiri sekira 2.500 orang. Mereka mayoritas adalah warga Kota Solo yang sejak lama membuka usaha di kawasan Sriwedari.
"Jadi, jangan sampai revitalisasi nanti justru membuat pelaku usaha yang selama ini disana terpinggirkan. Mereka ini juga punya keluarga dimana kelangsungan hidupnya sangat tergantung dari usahanya di Sriwedari itu," tandasnya.
Seperti diketahui, PN Kota Surakarta melalui panitera telah menyatakan, penyitaan terhadap obyek lahan Sriwedari dilepaskan dari beban apapun. Sita eksekusinya sudah selesai dan bisa digunakan oleh Pemkot Solo sebagaimana mestinya terhitung mulai tanggal dan hari dibacakannya putusan, yakni 6 Desember 2023.
Pengangkatan atau pembatalan sita eksekusi lahan Sriwedari didasari oleh permohonan kasasi dari Pemkot Solo yang dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Pengabulan kasasi itu termuat dalam Putusan MA Nomor 2085 K/Pdt/2022 yang dikeluarkan pada 15 Agustus 2022.
Isi putusan tersebut membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang Nomor 468/PDT/2021/PT SMG tertanggal 8 Desember 2021. Putusan itu sekaligus membatalkan surat perintah eksekusi lahan sengketa Sriwedari yang luasnya hampir 10 hektar.
Editor : Sugiyanto
Artikel Terkait