GROBOGAN, iNewsSragen.id - Warga Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Grobogan, menggelar tradisi unik dalam rangka Sedekah Bumi. Tradisi ini melibatkan beberapa perangkat desa yang dikalungi bambu menyerupai alat pembajak sawah tradisional, kemudian diarak mengelilingi pasar tradisional sambil dicambuk dan dilempari air tape oleh warga dan kepala desa.
Layaknya dua ekor kerbau yang hendak membajak sawah, dua perangkat desa mengenakan alat pembajak sawah yang terbuat dari bambu dan diikatkan di leher masing-masing.
Satu perangkat lainnya memegang tali sambil menuntun mereka mengelilingi pasar sebanyak tiga kali, sementara kepala desa memegang cambuk atau pecut untuk dicambukkan ke tubuh mereka.
Sebelum diarak, para perangkat desa ini dihujani serangan air tape oleh warga hingga pakaian dan tubuh mereka basah kuyup. Ali Rukamto, Ketua Panitia Sedekah Bumi Desa Dimoro, menjelaskan bahwa tradisi ini memiliki filosofi tersendiri.
Air tape yang lengket menggambarkan keakraban dan hubungan erat antara warga dan pejabat desa. Menggiring dan mencambuk pamong desa melambangkan bahwa kepala desa harus bisa mengarahkan bawahannya ke arah yang benar dan baik dalam bekerja serta tidak melanggar aturan yang merugikan warga dan negara.
Setelah tradisi pecutan, acara dilanjutkan dengan inti Sedekah Bumi yaitu doa dan saling berebut dua gunungan hasil bumi yang telah diarak mengelilingi desa. Warga yang tidak sabar menunggu pembacaan doa selesai langsung berlari dan menyerbu dua gunungan tersebut.
Beberapa warga kecewa karena tidak mendapatkan hasil gunungan, sementara lainnya, termasuk anak-anak, mengais sisa-sisa gunungan yang telah rusak dan terinjak-injak.
Seluruh hasil bumi yang diperoleh akan dibawa pulang dan dimasak bersama. Sisa-sisa hasil bumi akan digunakan sebagai makanan ternak serta disebar di sawah. Warga berharap dengan memperoleh gunungan ini, seluruh keluarga akan selalu diberi kesehatan serta hasil ternak dan pertanian yang melimpah.
Dalam tradisi Sedekah Bumi kali ini, seluruh kepala keluarga diwajibkan membawa seserahan hasil bumi serta ingkung atau ayam panggang.
Seluruh seserahan ini kemudian dicampur dan dibagikan kembali ke warga sehingga mereka sama-sama menikmati seluruh hasil kerja dan masakan masing-masing kepala keluarga.
Tradisi unik ini tidak hanya menunjukkan rasa syukur warga terhadap hasil bumi, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan di antara mereka.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait