Disisi lain, ada salah satu toko di dekat sekolah yang menjual batik seragam dimaksud tetapi pembeliannya harus satu paket dengan seragam lainnya (biru putih, pramuka, batik 2 stel), itupun masih berupa kain dengan harga satu paket Rp 1.300.000,-.
"Permasalahan harus membeli seragam batik satu paket dengan harga Rp 1.300.000, itu membuat kami orang tua siswa kesulitan untuk mendapatkan atau membeli kain seragam batik sekolah, sedangkan di toko lain tidak ada," ungkapnya.
Achmad pun mengaku, hingga saat ini sudah mencoba mencari di beberapa toko pakaian yang menjual seragam sekolah tetapi belum bisa mendapatkan seragam batik yang khusus untuk siswa sekolah negeri di Sukoharjo.
"Ini perlu dipahami bersama bahwa kita harus mendukung Gerakan Pendidikan Nasional berlandaskan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," ujarnya.
Menurutnya, dengan sulitnya mendapatkan seragam batik untuk siswa SMP mengindikasikan adanya monopoli distribusi atau penjualan seragam batik untuk siswa SMP di wilayah Sukoharjo.
"Permasalahan ini juga pasti dirasakan oleh semua orang tua yang bermaksud menyekolahkan putra putrinya di SMP (Negeri) di wilayah Kabupaten Sukoharjo," paparnya. Dalam persoalan itu, Achmad menyatakan tidak bertujuan menyalahkan pihak sekolah.
Persoalan sulitnya mendapatkan seragam batik, bahkan hanya toko tertentu yang menjual dan harus membeli satu paket, justru semakin berat dirasakan oleh masyarakat khususnya rakyat miskin dan ekonomi lemah walaupun masuk sekolah negeri tidak dipungut biaya.
"Melalui surat terbuka ini, saya sekaligus mewakili orang tua lainnya yang hendak menyekolahkan anaknya di SMP Negeri Sukoharjo, ada kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk mempermudah dalam mendapatkan seragam batik bagi putra putrinya," imbuhnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait