SOLO, iNewsSragen.id – Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Kota Solo adalah Raden Mas (RM) Said, yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Sosok pemberani ini merupakan pendiri sekaligus penguasa pertama Kadipaten Mangkunegaran, setelah bertahun-tahun memimpin perlawanan terhadap Belanda dan Kerajaan Mataram Islam.
Pemberontakan RM Said berakhir dengan Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757, yang menandai pembagian kedua wilayah Mataram setelah Perjanjian Giyanti pada 1755. Dalam perjanjian ini, RM Said diberikan wilayah yang kemudian menjadi Kadipaten Mangkunegaran, dan ia diangkat menjadi Mangkunegara I.
Awal Mula Pemberontakan: Anak yang Terlunta-lunta
Semangat pemberontakan RM Said bermula dari penderitaan di masa kecil. Ia harus berpisah dengan ayahnya, Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura, yang dibuang ke Afrika Selatan karena secara terang-terangan menentang kebijakan kolonial Belanda dan dianggap melawan Paku Buwono II.
Setelah ibunya, Raden Ayu Wulan, wafat, RM Said kecil dan dua adiknya, RM Sabar dan RM Ambiyo, hidup dalam kondisi serba kekurangan dan dirawat oleh abdi dalem. Ketika remaja, RM Said mencoba mengabdi ke kerajaan melalui Patih Pringgoloyo, seorang perdana menteri kepercayaan PB II. Namun niat baiknya ditolak mentah-mentah. Ia bahkan diperlakukan seperti pengemis dan diberi uang sebagai bentuk penghinaan.
RM Said yang merasa harga dirinya diinjak menolak uang itu dan menyelipkannya di batang pohon. Peristiwa inilah yang memicu kemarahan sekaligus semangatnya untuk menentang sistem kerajaan yang semena-mena.
Editor : Joko Piroso