Dalam penjelasannya, Soedomo juga mengirimkan foto surat kesepakatan antara mantan pengurus dan penilik kelenteng dengan pengelola Surabaya yang poin keduanya diblok kuning.
Pada poin tersebut tertulis, tidak memakai orang-orang Tuban yang bersengketa dan bertikai, berikut kroni maupun kelompoknya.
Menurutnya, acuan disepakatinya poin tersebut adalah surat yang diterima tiga pengelola Surabaya bertanggal 9 Oktober 2021.
Dalam surat kesepakatan tersebut, pengelola Surabaya berinisiatif mendirikan yayasan terlebih dahulu tanpa melibatkan kedua pihak yang terlibat konflik.
Pertimbangannya, karena sertifikat tanah dan accout di bank (BCA dan Bank Sinarmas) yang masih atas nama yayasan.
‘’Pertimbangan tersebut demi keutuhan dan keadilan pelaksanaan perdamaian dan pembenahan.’’ Itulah salah satu pertimbangan yang ditulis dalam surat kesepakatan tersebut.
"Mengacu poin surat kesepakatan itu, jelas-jelas semua pihak (yang menyerahkan pengelolaan kelenteng, Red) menyepakai pengurusan yayasan kepada pengelola Surabaya. Kesepakatan tersebut dibubuhi tanda tangan semua pihak yang menyepakati," terang Soedomo.
Selain tiga pengelola Surabaya, sembilan mantan pengurus dan penilik kelenteng ikut membubuhkan tanda tangan pada surat kesepatan bermaterai tersebut.
Mereka, antara lain, Tjong Ping, Alim Sugiantoro, Gunawaan Putra Wirawan, Tio Eng Bo, Bambang Djoko Santoso, Liu Pramono, Harianto Wiyono, Tan Ming An, dan Tjeng Tjien Hok.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait