TUBAN,iNewsSragen.id - Kemelut berkepanjangan perihal pengelolaan kelenteng Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban, Jatim, telah menyita banyak perhatian masyarakat.
Kali ini, Soedomo Mergonoto, salah satu dari tiga pengelola kelenteng, yang teruji mampu mengatasi polemik pelik salah satu rumah sakit dan organisasi massa di Surabaya, harus mengeluarkan energi ekstra untuk mengatasi keruwetan di internal kelenteng.
Menjawab pertanyaan awak media tentang perkembangan penyelesaian konflik di kelenteng TITD Tuban, Soedomo menyampaikan bahwa sampai saat ini keruwetan belum dapat diurai.
‘’Belum selesai, Pak. Jika Tjong Ping legowo semua beres,’’ tulisnya melalui aplikasi WhatsApp (WA), dikutip pada, Sabtu (28/6/2025).
Konsul kehormatan Republik Polandia di Surabaya itu kemudian menyampaikan update terakhir upayanya untuk mencari solusi di tempat ibadah umat Konghucu, Tao, dan Buddha tersebut.
Dia mengaku telah menemui Pembimas Buddha-Konghucu Kanwil Kemenag Provinsi Jatim Ketut Panji Budiawan di kantornya.
‘’Beliau (Ketut Panji, Red) juga tidak bisa mengesahkan Tjong Ping sebagai ketua perkumpulan karena di dalam masih kemelut,’’ kata owner PT Kapal Api Global itu membeberkan sebagian hasil pertemuan tersebut.
Dalam penjelasannya, Soedomo juga mengirimkan foto surat kesepakatan antara mantan pengurus dan penilik kelenteng dengan pengelola Surabaya yang poin keduanya diblok kuning.
Pada poin tersebut tertulis, tidak memakai orang-orang Tuban yang bersengketa dan bertikai, berikut kroni maupun kelompoknya.
Menurutnya, acuan disepakatinya poin tersebut adalah surat yang diterima tiga pengelola Surabaya bertanggal 9 Oktober 2021.
Dalam surat kesepakatan tersebut, pengelola Surabaya berinisiatif mendirikan yayasan terlebih dahulu tanpa melibatkan kedua pihak yang terlibat konflik.
Pertimbangannya, karena sertifikat tanah dan accout di bank (BCA dan Bank Sinarmas) yang masih atas nama yayasan.
‘’Pertimbangan tersebut demi keutuhan dan keadilan pelaksanaan perdamaian dan pembenahan.’’ Itulah salah satu pertimbangan yang ditulis dalam surat kesepakatan tersebut.
"Mengacu poin surat kesepakatan itu, jelas-jelas semua pihak (yang menyerahkan pengelolaan kelenteng, Red) menyepakai pengurusan yayasan kepada pengelola Surabaya. Kesepakatan tersebut dibubuhi tanda tangan semua pihak yang menyepakati," terang Soedomo.
Selain tiga pengelola Surabaya, sembilan mantan pengurus dan penilik kelenteng ikut membubuhkan tanda tangan pada surat kesepatan bermaterai tersebut.
Mereka, antara lain, Tjong Ping, Alim Sugiantoro, Gunawaan Putra Wirawan, Tio Eng Bo, Bambang Djoko Santoso, Liu Pramono, Harianto Wiyono, Tan Ming An, dan Tjeng Tjien Hok.
Sementara dua tokoh Tionghoa Tuban dan Surabaya yang ikut tanda sebagai saksi, Pepeng Putra Wirawan dan Gunawan Herlambang.
‘’Saya kirim surat ini ke Tjong Ping, dia jawab; Ya Pak maaf lupa. stress berat,’’ ujar Soedomo mengutip komentar Tjong Ping.
Lebih lanjut Soedomo mengutip usulan Gunawan Putra Wirawan, mantan ketua umum kelenteng.
"Usulan tersebut terkait diajukannya masing-masing lima nama umat Tuban dari pihak Tjong Ping, Alim Sugiantoro, dan pihak Gunawan untuk mengganti nama dalam kepengurusan yayasan yang diurus pengelola Surabaya," bebernya.
Karena itu, Soedomo memastikan tidak benar jika pihak Surabaya mau mengambil kelenteng Tuban."Masak, saya dibilang bajingan besar mau caplok kelenteng Tuban,’’ keluhnya
Di akhir pernyataan tertulisnya, Soedomo yang bernama keturunan Go Tek Hwie itu mengirimkan foto Tjong Ping yang menunjukkan surat kesepakatan yang baru ditandatangani.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait