GARUT, iNews.id – Korban Penganiayaan belasan santri Pondok Pesantren Persis 99 Rancahbango asal Kabupaten Bogor, AH (16) menjalani visum di RS Intan Husada Garut, Kamis (15/9/2022). Dokter di rumah sakit tersebut memeriksa kondisi gendang telinga untuk memenuhi permintaan penyidik kepolisian.
Menurut ibu AH, Neneng Muryana mengatakan, Sudah visum tadi pagi di RS Intan Husada Garut. Yang diperiksa kondisi gendang telinganya yang bolong, pada MNC Portal Indonesia saat dihubungi.
Neneng menjelaskan bahwa ia memilih RS Intan Husada untuk visum karena AH pertama kali menjalani pemeriksaan medis di rumah sakit itu. Menurut dia, hasil visum akan keluar dalam dua hari.
Kami disuruh pulang usai menjalani visum. Prosesnya cepat, kurang lebih sekitar 15 menitan," ucapnya.
Menurut warga RT01 RW03 Kelurahan Nanggewer Kaler, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor ini, hasil visum akan dibawa penyidik untuk kepentingan aparat kepolisian. Saat menjalani visum, mereka didampingi oleh penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Garut.
Hasilnya nanti dibawa penyidik, kami tidak tahu bagaimana prosesnya karena visum menjadi bagian dari kepentingan mereka (penyidik)," ujarnya.
Ditambahkan Neneng, sejauh ini pihaknya telah berkomunikasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tasikmalaya. Dalam komunikasi itu, lanjutnya, ia disarankan agar mereka melapor ke KPAI Tasikmalaya.
Foto: Ilustrasi iNews.id
Satreskrim Polres Garut AKP Dede Sopandi, membenarkan bahwa pihaknya telah memproses laporan AH selaku korban penganiayaan belasan temannya di asrama Pesantren Persis 99 Rancabango akhir Juli 2022 lalu. Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/439/IX/2022/SPKT/RES GRT/POLDA JBR.
"Kami tetap memproses laporan itu. Sejumlah pihak terkait sejauh ini sudah menjalani pemeriksaan," ucap AKP Dede Sopandi.
Sebelumnya, pihak Pesantren Persis 99 Rancabango Kabupaten Garut menyatakan siap mengikuti prosedur hukum yang berlaku, usai 16 santri di lembaga pendidikan itu dilaporkan ke polisi. Muadir Muallimin atau pengasuh pesantren, Luthi Lukman Hakim, mengaku siap mempertanggungjawabkan perbuatan belasan santrinya itu.
Pihak pesantren mengakui bahwa apa yang dilakukan oleh para santri dengan cara main hakim sendiri adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dengan alasan apapun dan merupakan tindakan melawan hukum," ujar Luthfi Lukman Hakim.
Ia menyampaikan pihak pesantren sangat menghargai sejumlah pihak yang tidak puas dalam masalah penganiayaan itu untuk melanjutkan dan diproses secara hukum yang berlaku. Menurutnya, pesantren akan patuh dan siap mengikuti prosedur yang berlaku sesuai dengan hukum.
Kami memohon maaf atas segala perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh para santri kami dalam menangani masalah ini. Segala perbuatan yang terjadi murni merupakan kesalahan anak didik kami, sekaligus merupakan bentuk kekhilafan dan juga keterbatasan kami dalam mendidik para santri di Pesantren," ujarnya.
Editor : Joko Piroso