SUKOHARJO, iNewsSragen.id - Perhelatan Pemilu dan Pilpres 2024 yang akan datang diprediksi tidak akan jauh berbeda dengan pemilu tahun sebelumnya (2019). Pola-pola lama, diantaranya politik identitas untuk menggalang dukungan pemilih masih akan terjadi.
Disisi lain, seruan agar penggunaan politik identitas tidak dilakukan, sudah banyak tokoh yang menyampaikan, bahkan diantaranya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta.
Seperti disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, bahwa Pemilu 2024 mendatang, sebagaimana pemilu -pemilu sebelumnya, sangat strategis sebagai ajang untuk memilih anggota legislatif, dan memilih presiden beserta wakilnya.
"Dan itu representasi dari pemimpin negara. Harapan terbesar kita, para calon pemimpin dan pemimpin yang nanti terpilih, harus benar-benar memahami fondasi, bangunan, dan dinamika Indonesia sebagai negara," kata Haedar usai membuka Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng), Sabtu (12/11/2022)
Dengan memahami hal tersebut, menurut Haedar, maka wawasan dan visi kenegarawanan seorang pemimpin yang terpilih mendapat kepercayaan rakyat akan menjadi kuat, dibanding dengan wawasan dan visi politiknya.
"Kenapa, karena sering muncul masalah setelah siapapun memperoleh kepercayaan rakyat (menjadi pemimpin), lalu tidak bisa menjalankan kepemimpinan dengan baik, sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa," tuturnya.
Berkaca dari sejarah perjalanan bangsa dari mulai Orde Lama, Orde Baru, dan sekarang Orde Reformasi, mestinya siapapun nanti yang terpilih menjadi pemimpin, harus menjauhkan diri dari cara memimpin berorientasi pada kekuasaan.
"Harus ada dasar-dasar (keyakinan) untuk selalu merasa cukup dengan apa yang sudah didapatkan. Sebagai pemimpin itu, tidak lagi memerlukan kelebihan materi, kelebihan kekuasaan, selain apa yang diberikan oleh negara. Banyak contoh dari para negarawan didunia," ujarnya.
Salah satu contoh negarawan dunia yang dimaksud Haedar adalah, Nelson Mandela yang hanya menjadi Presiden Afrika Selatan cukup satu periode. Dan ternyata sukses membawa banyak perubahan positif bagi rakyatnya.
"Jadi, kami berharap kepada tokoh-tokoh bangsa ini, yang menurut saya sudah khatam (kenyang ilmu dan pengalaman-Red), memiliki rasa cukup untuk dirinya sendiri agar bisa memimpin dengan bersih dan tanpa menyalahgunakan wewenang," imbuhnya.
Diketahui, Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif yang diselenggarakan Maarif Institute di kampus UMS ini diikuti sekira 100 peserta dari berbagai kalangan, berbagai agama, dan lintas golongan, yang mewakili radius pemikiran tokoh nasional, Buya Ahmad Syafii Maarif.
Direktur Eksekutif Maarif Institute , Abdul Rohim Ghazali, dalam sambutan pembukaan menjelaskan, kegiatan Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif merupakan salah satu rangkaian dari Festival Pemikiran Ahmad Syafii Maarif.
"Peserta yang hadir juga ada dari agama-agama lokal," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso