SURABAYA, iNewsSragen.id – Kisah Raja Kerajaan Sunda-Galuh beserta para pejabatnya asyik menggelar pesta ayam, pertahanan Kerajaan Sunda-Galuh runtuh. Di tengah euforia sabung ayam tersebut, serangan dari Manarah, kakak tiri Raja Sunda-Galuh, Tamperan, datang bertubi-tubi.
Kondisi ini membuat tentara Kerajaan Galuh kocar-kacir. Manarah sendiri adalah kakak tiri raja yang mempunyai keinginan merebut tahta Tamperan sebagai raja. Niat itu akhirnya mendapat bimbingan dari buyutnya Ki Balangantrang di Geger Sunten.
Bersumber dari bukunya Saleh Danasasmita "Menemukan Kerajaan Sunda", mengisahkan Tamperan dan Manarah merupakan saudara tiri yang keduanya sudah begitu dekat. Ki Balangantrang pun kemudian menyusun rencana penyerangan Galuh di siang hari.
Serangan itu sengaja dilakukan bertepatan dengan pesta sabung ayam yang besar. Pada saat itu semua pembesar dan pejabat Kerajaan Galuh hadir di gelanggang sabung ayam, termasuk Banga anak dari buah cinta Tamperan dan Pangrenyep.
Keraton hanya dijaga oleh sekolompok kecil pasukan bayangkara yang kebetulan sedang bertugas kawal. Manarah bersama anggota pasukannya bertindak sebagai penyabung ayam dan hadir dalam gelanggang.
Sementara itu senapati tua Balangantrang memimpin pasukan Geger Sunten menyerang keraton. Upaya penyerangan keraton ini pun membuahkan hasil dengan mudah.
Sang Raja Tamperan dan permaisuri cantiknya Pangrenyep berhasil ditawan. Di saat kepanikan itulah pasukan Manarah yang menyamar dapat menawan Banga bersama pembesar lainnya di gelanggang sabung ayam.
Kudeta itu berhasil dalam waktu yang singkat. Sebab pasukan Sanjaya kembali menyerang Galuh dan menguasainya hanya dalam tempo satu malam. Banga dibiarkan bebas, karena itu ia berhasil melepaskan orangtuanya dari tempat tahanan pada malam hari.
Malang baginya ia dipergoki pasukan pengawal yang segera memberitahukan hal itu kepada Manarah. Pertarungan antara Banga dengan Manarah berakhir dengan kekalahan Banga, akan tetapi pasukan yang mengejar raja dan permaisuri yang takut kehilangan jejak karena hari gelap telah melepaskan panah-panahnya sehingga Tamperan bersama Pangrenyep tewas.
Berita kematian Tamperan ini akhirnya sampai juga kepada Sanjaya yang waktu itu memerintah di Medang. Sanjaya lantas membawa pasukan besar dan menyerang purasaba Galuh.
Manarah yang telah menduga akan datangnya pembalasan dari ayah Tamperan ini telah bersiap. Ia didukung oleh sisa-sisa pasukan Indraprahasta yang ketika itu telah berubah namanya menjadi Wanagiri dan oleh raja-raja di daerah Kuningan yang pernah dipecundangi oleh Sanjaya.
Perang besar antara sesama keturunan Wretikandayun ini akhirnya dapat dilerai oleh Rajaresi Demunawan tokoh angkatan tua yang waktu itu masih hidup dalam usia 93 tahun, karena ia dilahirkan di tahun 646 M.
Tak hanya itu, para pendeta juga turun dari Istana Saunggalah di lereng Gunung Cereme menuju palaga di luar purasaba Galuh. Dengan wibawanya yang tinggi serta kedudukannya sebagai cucu Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh ia berhasil menghentikan pertempuran.
Editor : Joko Piroso