LOMBOK, iNewsSragen.id - Berlibur di Lombok tidak hanya menyimpan banyak kebudayaan yang unik, salah satunya Desa Sade yang berada di kawasan Rembitan, Kecamatan Puju, Lombok Tengah.
Berlibur di Lombok, Nusa Tenggara Barat, sejatinya tak melulu soal keindahan pantai dan alamnya.
Desa ini merupakan desa tradisional yang ditinggali oleh suku asli Lombok, Sasak.
MNC Portal Indonesia pun berkesempatan untuk mengunjungi desa wisata tersebut belum lama ini.
Saat berkunjung ke Lombok, mata akan langsung disuguhi pemandangan rumah tradisional yang masih bertahan di antara bangunan modern di sekitarnya.
Melihat lebih dekat, atap rumahnya masih menggunakan alang-alang kering yang bisa bertahan sampai 8 tahun.
Kemudian bangunan rumahnya masih menggunakan anyaman bambu. MNC Portal juga berkesempatan untuk melihat bagian dalam rumah tradisional tersebut.
Saat memasuki rumah juga kepala harus sedikit menunduk. Selain karena atapnya yang rendah, itu juga menjadi bentuk menghormati pemilik rumah.
Setiap rumah terdiri dari sekira dua ruangan, di mana satu ruangan digunakan untuk menerima tamu, menyimpan barang-barang dan tempat tidur. Kemudian ruangan lainnya di bagian belakang digunakan untuk dapur.
Sementara lantainya juga menggunakan tanah liat yang dirawat dengan kotoran sapi.
Menurut Ketua Forum Guide Lokal, Bobi mengatakan, masyarakat desa setempat mengepel rumah dengan kotoran sapi selama seminggu sekali.
Sebenarnya ada alasannya kenapa pakai kotoran sapi karena disucikan oleh masyarakat setempat.
Dan juga sebagai penangkal dari bahaya tolak bala. Aromanya juga kalau sudah kering tidak bau dan menimbulkan aroma yang khas, katanya.
Selain rumah-rumah tradisional, sepanjang jalan juga terlihat banyak kerajinan tangan yang dijajakan dari mulai kain tenun hingga gelang. Ini juga menjadi mata pencaharian utama perempuan di desa ini.
Di sini juga kebanyakan mata pencahariannya petani, tapi hanya setahun sekali (panennya). Lalu perempuan umur 9 tahun juga disini harus bisa menenun dulu baru boleh menikah, Ujar Bobi.
Untuk penerangan desa tersebut juga masih sangat tradisional, mereka menggunakan lampu minyak dan kerang yang disangga kayu sebagai wadahnya. Menariknya lagi, di Desa tersebut juga masih mengedepankan perkawinan dengan garis keturunan yang sama.
Biasanya mereka menikah dengan sepupu. Tak hanya itu, mereka juga menikah dengan tradisi kawin lari. Menurut Bobi hal tersebut untuk melestarikan tradisi Suku Sasak.
Justru kalau melamar itu melawan adat dan tidak melestarikan tradisi. Kalau laki-laki yang sulung menikah, mereka pergi dan buat kampung lagi. Kalau yang terakhir masih bisa tinggal di desa yang sama, pungkas.
Editor : Joko Piroso