SEMARANG, iNewsSragen.id - OPINI: Seni adalah ekspresi jiwa. Seni memiliki banyak cabang seperti seni teater, drama, musik, dan rupa. Dari berbagai cabang tersebut, seni memiliki fungsi tersendiri.
Setiap seni yang ada terbentuk sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Contohnya pada salah satu kesenian jawa yaitu Ketoprak. Ketoprak merupakan warisan budaya leluhur. Ketoprak memiliki ciri khas yaitu terdapat seni musik, seni drama, dan seni rupa yang terlibat di dalamnya.
Ciri-ciri tersebut telah menjadi pelengkap dari keindahan kesenian ketoprak itu sendiri. Kesenian ketoprak adalah warisan budaya leluhur yang wajib disyukuri. Banyaknya peredaran budaya asing seiring perkembangan teknologi lama-lama mengikis kebudayaan asli Indonesia. Kurangnya minat anak muda Indonesia terhadap kebudayaan sendiri akan menjadi boomerang bagi bangsa Indonesia sendiri. Selayaknya, sebagai warga Indonesia yang kaya akan budaya harus melestarikan kebudayaan sendiri.
Ketropak mulanya dikenal di daerah Jawa, tepatnya di Surakarta. Ketoprak sendiri awalnya diciptakan sebagai sebuah seni pelepas dahaga masyarakat setelah bekerja. Isi kesenian dalam ketoprak yang meliputi seni musik dan drama juga dilakukan secara spontanitas. Tetapi, kreativitas seni memang tidak memiliki batasan ruang. Masyarakat semakin ciamik dalam mengembangkan seni ketoprak.
Kesenian ketoprak sendiri berkembang pesat di Yogyakarta pada 1950. Hingga pada masa-masa berikutnya, kesenian ketoprak mulai dikenal masyarakat Jawa. Kesenian ketoprak yang paling melekat adalah pada isi dialognya yang kebanyakan menggunakan bahasa Keraton maupun bahasa Jawa kuno.
Penggunaan bahasa tersebut menjadi ciri khas estetika yang melekat pada kesenian ketoprak. Diketahui sendiri bahwa bahasa Jawa memiliki tingkatan tersendiri dalam penggunaannya. Hal tersebut ditujukan untuk menjunjung karakter sopan santun terhadap siapa yang akan diajak bertutu kata.
Tidak hanya fokus dalam dialog, kesenian ketoprak juga melibatkan estetika musik pengiring berupa gamelan, gong, kenong, dan masih banyak lagi.
Peralatan musik tersebut digunakan sebagai instrumen yang membangun kesan hidup dalam pembawaan cerita yang dipertunjukkan. Tentu permainan musik yang dibawakan juga memiliki tempo dan aturan supaya terdengar indah di telinga.
Pada seni rupa, ketoprak juga melibatkan seni tata rias pada setiap pemainnya, baik itu dalam riasan wajah maupun riasan busana. Hal tersebut sangat penting untuk memperkuat karakter pemain supaya lebih mendalami cerita.
Tidak hanya itu, modernisasi ketoprak juga terletak pada desain panggung dan latar layar (background). Biasanya setelah pergantian adegan, latar layar akan diganti sesuai dengan latar yang ditentukan. Latar layar biasanya bergambarkan halaman kerajaan, pedesaan, bahkan gambaran di dalam rumah.
Berkembangnya waktu ke waktu selanjutnya, ketoprak memang berkembang di Jawa Tengah. Hingga saat kini, kesenian ketoprak tetap berkembang mengikuti perubahan zaman.
Seniman ketoprak telah berhasil menyesuaikan zaman dan mulai membentuk sanggar ketoprak masing-masing. Seperti nama Ketoprak Wahyu Manggolo yang bertempat di Pati, Ketoprak Agung Budhoyo dari Rembang, dan masih banyak lagi.
Di zaman sekarang, ketoprak difungsikan sebagai peramai dalam sebuah kegiatan. Misalnya acara pernikahan, khitanan, sampai sedekah bumi masyarakat. Fungi kesenian ketoprak memang bisa bermacam-macam sesuai dengan tujuan tertentu.
Kesenian ketoprak pernah redup di masa pandemi COVID-19 karena aturan physical distancing. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan nilai kesenian Ketoprak yang tetap hidup sampai sekarang. Perkembangan kesenian ketoprak mulai merambah di media sosial.
Sekarang ini, tayangan ketoprak juga bisa diakses di aplikasi YouTube. Hal tersebut tentu memberikan ruang gerak bebas ekspresi kesenian ketoprak agar lebih dikenal masyarakat luas di luar wilayah Jawa Tengah. Seni memang luas sekali cakupannya. Eksistensi seni tidak akan pernah mati apabila masih banyak orang yang berusaha untuk menghidupkannya dengan usaha menggemari seni itu sendiri.
Penulis:
1. Pinasti Putri A (Mahasiswa PGSD FIPP UNNES)
2. Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd., M.Pd (Dosen FIPP UNNES)
Editor : Sugiyanto