SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Aksi unjuk rasa dilakukan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bersama beberapa aliansi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di jalan menuju kampus setempat, atau Jalan Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo pada, Jum'at (22/12/2023) sore.
Dalam aksi yang dikawal puluhan aparat keamanan dari Polsek Kartasura Polres Sukoharjo itu, mereka menyuarakan tuntutan kepada instansi pendidikan dan gerakan mahasiswa agar netral dalam pemilu 2024.
Membawa tema 'Aksi Jum'at Melawan', mereka menyatakan, bahwa unjuk rasa kali ini adalah gerakan kolektif oleh mahasiswa UMS atas keresahan tentang demokrasi yang mulai dikebiri, mahasiswa yang dipolitisasi dan rakyat kecil yang mulai terintimidasi.
"Ini murni dari keresahan bersama tanpa berafiliasi dengan instansi kepartaian nasional ataupun kepemerintahan manapun," kata Ali salah satu peserta unjuk rasa.
Disebutkan, instansi pendidikan memiliki tanggungjawab untuk memberikan pencerdasan politik kepada para mahasiswa, oleh karenanya harus bersikap netral dalam kontestasi pemilu 2024.
"Demikan juga dengan gerakan mahasiswa haruslah bersikap netral untuk menjaga idealitas sebagai organisasi pergerakan," tegasnya.
Rifky selaku Ketua Umum IMM FKIP UMS dalam orasinya, mengecam keras tindak politik praksis ditengah instansi pendidikan. Instansi pendidikan haruslah bersikap netral dalam memandang segala hal termasuk dinamika politik di Indonesia menjelang pemilu 2024.
“Kemarin kami mendapati tabloid kampanye salah satu calon presiden 2024 disebar secara luas di sekretaris ORMAWA UMS. Artinya bahwa sampai detik ini banyak oknum-oknum yang mencoba memasukkan politik praksis ditengah gerakan mahasiswa," katanya.
Menurutnya, atas dugaan ketidaknetralan itu, akhirnya saat ini banyak mahasiswa yang mulai tergiring dan ikut dalam permainan politik praktis tanpa adanya nilai yang diangkat.
Dalam unjuk rasa itu, mereka juga menyampaikan keprihatinannya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berjalan tidak sesuai konstitusi yang berlaku.
Putusan MK itu oleh Ketua Umum IMM Koorkom UMS, Ezat, yang juga turun ikut unjuk rasa, dinilai tanpa mempertimbangkan asas demokrasi dan musyawarah yang harusnya menjadi panji tertinggi dalam negara yang berasaskan demokrasi.
“Secara konstitusional, kewenangan MK berdasarkan UU nomor 24 tahun 2003 tentang kekuasaan kehakiman secara eksplisit menerangkan bahwa MK hanya berwenang menguji norma yang sudah ada, apakah sudah konstitusional atau inkonstitusional," ujarnya.
Ia menegaskan, MK tidak berhak membuat norma norma baru, karena kewenangan membuat norma baru berada di tangan DPR RI.
Adapun tuntutan yang dideklarasikan dalam aksi tersebut yaitu, pertama, menuntut netralitas instansi pendidikan dan mendesak rektor UMS serta organisasi pergerakan mahasiswa mengeluarkan surat pernyataan netralitasnya dalam Pemilu 2024.
Mereka juga menuntut intansi pendidikan dan pergerakan mahasiswa tidak berafiliasi dengan pasangan calon presiden Indonesia manapun.
Kedua, menuntut pengkajian ulang tentang putusan MK yang tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
Ketiga, menuntut seluruh elemen masyarakat untuk turut menciptakan pemilu aman, damai, dan transparansi sesuai asas pemilu yang berlaku di Indonesia.
Setelah membacakan deklarasi, massa mahasiswa UMS itu, kemudian membubarkan diri kembali ke kampus dengan pengamanan dari kepolisian dipimpin Kapolsek Kartasura AKP Tugiyo.
Editor : Joko Piroso