GROBOGAN, iNewsSragen.id - Puluhan hektar tanaman padi di Grobogan, yang sudah siap panen habis dibabat sebelum panen dimulai karena tanaman tersebut sudah kerdil, busuk, dan mengering. Hal ini membuat para petani kecewa dan merugi hingga 100 persen karena mereka tidak dapat memanfaatkan hasil panen sama sekali. Situasi ini telah terjadi beberapa kali, memaksa petani untuk berhutang di bank agar bisa memulai kembali masa tanam dengan membeli bibit dan pupuk.
Kendala utama yang dihadapi petani adalah kekeringan. Ketersediaan air sangat terbatas sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, kelangkaan pupuk subsidi juga menjadi masalah serius.
Petani hanya mendapatkan jatah pupuk yang sangat terbatas, sementara kebutuhan untuk satu hektar lahan sawah mencapai tiga hingga empat kuintal pupuk.
Kondisi ini memaksa petani untuk membeli pupuk non-subsidi dengan harga yang jauh lebih tinggi, sekitar tiga ratus ribu rupiah per sak, dibandingkan dengan harga pupuk subsidi yang dijual seharga seratus empat puluh ribu rupiah per sak di kelompok tani.
Situasi tersebut menunjukkan bahwa petani menghadapi tantangan yang besar dalam mengelola lahan pertanian mereka, terutama dalam menghadapi perubahan iklim dan ketersediaan input pertanian yang essensial seperti air dan pupuk.
Kristin, seorang pendamping petani di Grobogan, Jawa Tengah, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi petani saat ini. Menurutnya, harga jual padi atau jagung sedang anjlok di tengah musim panen, sementara saat masa tanam tiba, harga padi justru melambung tinggi. Dia juga menyebutkan bahwa harga obat dan bibit semakin mahal, yang memberi tekanan tambahan bagi petani.
Di sisi lain, Sunanto, Kepala Dinas Pertanian Grobogan, Jawa Tengah, membantah adanya kelangkaan pupuk di Grobogan. Menurutnya, Grobogan sebenarnya memiliki surplus pupuk, dan saat ini baru sekitar tiga puluh tiga persen pupuk yang terserap oleh petani.
Sunanto menyatakan bahwa alokasi pupuk telah didistribusikan sesuai dengan luas lahan masing-masing petani. Dia juga menyebutkan bahwa kekurangan pupuk di kalangan petani bisa disebabkan oleh penggunaan yang tidak efisien dan tidak sesuai standar.
Pemerintah telah mengalokasikan sejumlah besar pupuk bersubsidi seperti urea dan N-P-K untuk tahun ini. Namun, petani berharap agar pemerintah dapat membantu mereka dengan mempermudah aksesibilitas terhadap pupuk, sehingga mereka dapat mengelola tanaman mereka dengan lebih efektif dan efisien.
Editor : Joko Piroso