SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Sukoharjo pada November 2024 mendatang, sejumlah pihak menilai berpotensi diikuti satu pasangan calon (paslon) tunggal yang tak lain adalah petahana, yaitu Etik Suryani (petahana bupati dari PDIP) berpasangan dengan Eko Sapto Purnomo (Gerindra).
Dengan bergabung mengusung paslon tunggal, parpol mengambil resiko kehilangan momentum untuk mengevaluasi kemampuan struktur organik partai dalam merebut suara pemilih. Parpol rela menenggelamkan diri dan mengubur eksistensinya dalam hegemoni petahana, yang juga merupakan kader elite partai.
Pengamat politik yang juga aktivis KAHMI Sukoharjo, Muladi Wibowo mengatakan, keputusan bergabungnya tujuh parpol dalam gerbong petahana di Pilkada adalah hak masing-masing Parpol, dan tidak ada aturan yang dilanggar.
"Langkah bergabung itu untuk memastikan paslon yang didukung akan menang, kira-kira gambarannya seperti itu. Saya melihat, langkah itu merupakan siasat demokrasi dalam melihat potensi paslon yang didukung memiliki peluang menang lebih tinggi," kata Muladi, Selasa (6/8/2024).
Disisi lain, mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sukoharjo periode 2018-2023 itu menilai, ketika nanti Pilkada Sukoharjo hanya diikuti oleh satu paslon tunggal melawan kotak kosong, maka masyarakat pemilih yang akan dirugikan.
"Misal, kalau nanti calon perseorangan (Tuntas Subagyo-Djayendra Dewa) yang saat ini tengah menjalani verifikasi faktual (verfak) KPU tidak lolos, maka publik (masyarakat) dirugikan karena tidak bisa menyaksikan proses dialektika pertarungan visi-misi antar paslon," paparnya.
Menurutnya, ketika Pilkada diikuti minimal dua paslon, maka akan ada ajang adu gagasan, perdebatan, perang visi-misi, sehingga masyarakat dapat melihat serta mendapat kesempatan untuk memilih calon pemimpin yang terbaik.
"Bukankah kontestasi Pilkada ini sebetulnya memberi ruang kepada publik untuk bisa memilih siapa calon yang memiliki potensi lebih baik. Menguntungkan Sukoharjo menjadi lebih baik. Kira-kira begitu," ujarnya.
Namun begitu, ia tidak menampik paslon tunggal ketika melawan kotak kosong juga dapat menyampaikan gagasan, visi-misi, serta berbagai hal terkait program kerja. Hanya saja, hal itu menjadi monoton karena tidak terjadi dialektika dan tidak ada debat antar paslon.
"Jika terjadi seperti itu, tentu yang akan mendebat adalah masyarakat. Mereka akan mengkritisi program maupun visi-misi dari paslon tunggal yang diusung oleh tujuh parpol ini," sambungnya.
Dalam pandangan Muladi, jika nanti paslon tunggal yang didukung oleh tujuh parpol penguasa 45 kursi legislatif tersebut menang, maka problem berikutnya adalah tidak adanya penyeimbang atau oposisi di pemerintahan.
"Hal yang berbeda bisa terjadi jika calon perseorangan nanti lolos verfak, maka Pilkada Sukoharjo menjadi makin menarik. Artinya demokrasi check and balance menjadi bagus," tegasnya.
Diketahui, saat ini PDIP Sukoharjo sebagai partai yang memiliki jumlah anggota legislatif terpilih paling banyak pada Pileg 2024, yakni 21 kursi, masih menunggu turunnya rekomendasi dari DPP PDIP.
Ada tiga calon yang mendaftar di PDIP sebagai bupati, yaitu Etik Suryani (petahana bupati), Agus Santosa (saat ini menjabat wakil bupati), dan Danur Sri Wardhana (anggota DPRD Sukoharjo dari PDIP).
"Tiga orang calon ini sangat tergantung dengan keputusan rekomendasi dari PDIP. Misalnya, apakah rekom akan jatuh ke Agus atau ke Danur? Nah, jika itu yang terjadi maka petanya akan berubah, karena rekom tidak jatuh ke Etik," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso