SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Tagline "Sukoharjo Rekoso (Relawan Kotak Kosong)" dan gerakan kelompok "Masyarakat Sukoharjo Peduli Demokrasi" yang menggaungkan dukungan memilih kotak kosong beberapa waktu lalu, telah memanaskan dinamika kontestasi Pilkada Sukoharjo.
Gerakan tersebut kemungkinan ditujukan ke tahapan Pilkada Sukoharjo yang berpotensi diikuti pasangan calon (paslon) tunggal yang diusung koalisi atau gabungan tujuh parpol pemilik 45 kursi DPRD Sukoharjo. Saat ini bakal paslon tunggal yang mencuat adalah Etik Suryani (PDIP)-Eko Sapto Purnomo (Gerindra).
Sedangkan bakal paslon perseorangan Tuntas Subagyo-Djayendra Dewa, masih menyisakan waktu sampai 10 Agustus 2024 dalam menjalani verifikasi faktual (verfak) KPU. Posisinya belum bisa dikatakan aman untuk lolos melenggang sebagai peserta Pilkada.
Adapun syarat mengikuti Pilkada Sukoharjo, paslon peserta dari parpol atau gabungan parpol harus mengantongi minimal 9 kursi. Dengan seluruh parpol pemilik kursi DPRD Sukoharjo sepakat bergabung, maka hanya calon perseorangan yang kemungkinan menjadi lawannya. Dengan catatan lolos verfak
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukoharjo, Syakbani Eko Raharjo memberikan penjelasan. Jika Pilkada diikuti paslon tunggal, maka akan tersedia kolom foto paslon tunggal dan kolom kotak kosong tanpa foto di surat suara.
Ia menyampaikan, memilih paslon tunggal maupun memilih kotak kosong sama-sama memiliki legitimasi. Dicontohkan Syakbani, dalam Pilkada di Kabupaten Sragen 2020 lalu, paslon tunggal juga melawan kotak kosong.
"Itu (memilih paslon tunggal atau memilih kotak kosong) tetap sah," terang Syakbani, Jum'at (9/8/2024).
Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.100/2015, bahwa kolom kotak kosong merupakan fasilitas yang diberikan kepada para pemilik suara sehingga paslon tunggal tidak serta merta menang secara aklamasi.
Disisi lain, memilih kolom kotak kosong, tidak dapat disamakan dengan golongan putih (golput) alias tidak memilih. Salah satu perbedaannya adalah kampanye. Mengampanyekan memilih kotak kosong tidak dapat dipidanakan atau dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu.
Sementara, mengkampanyekan golput bisa dihukum berdasarkan Pasal 515 dalam Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Bahkan terancam pidana tiga tahun penjara serta denda Rp36 juta.
"Kalau tujuannya (golput) itu untuk menggagalkan Pemilu dengan cara menghalang-halangi, menghasut, pasti nanti urusannya dengan Bawaslu," tegas Syakbani.
Namun begitu, ia mengingatkan terlalu dini membicarakan paslon tunggal maupun kotak kosong dikarenakan saat ini semua tahapan Pilkada 2024 masih berproses. KPU sendiri masih melaksanakan tahapan verfak bakal paslon perseorangan.
"Proses pemilihan bupati dan wakil bupati Sukoharjo ini, kan kita belum tahu semuanya. Baik itu pencalonan yang dari parpol maupun gabungan parpol belum ada, dan pendaftarannya juga masih panjang waktunya," pungkas Syakbani.
Editor : Joko Piroso