GROBOGAN, iNewsSragen.id - Di tengah suasana perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, belasan kepala keluarga yang tinggal di dua desa terpencil di Grobogan, Jawa Tengah, menghadapi kehidupan yang penuh tantangan.
Desa Sugihmanik dan Kedungjati, yang terletak di kawasan hutan Keramat, masih bertahan hidup tanpa aliran listrik dari pemerintah. Hingga kini, mereka bergantung pada sistem tenaga surya yang mereka beli dan pasang sendiri, dengan tambahan lampu petromak sebagai cadangan saat baterai surya habis.
Kendala utama penggunaan lampu tenaga surya adalah musim hujan yang mengurangi sinar matahari dan mengakibatkan baterai cepat habis. Baterai ini hanya bisa bertahan semalam jika terisi penuh dalam satu hari. Sati, salah satu warga yang telah tinggal di desa tersebut sejak lahir, mengaku telah terbiasa hidup tanpa listrik dan enggan pindah karena desa ini sudah dihuni turun-temurun.
Akses menuju kedua desa sangat sulit, dengan warga harus berjalan sejauh enam kilometer menyusuri rel kereta api atau melewati hutan yang licin.
Jalur kereta api sangat berbahaya karena ada risiko dilintasi kereta sewaktu-waktu, sementara jalur hutan sering kali tidak bisa dilalui kendaraan roda dua saat hujan.
Imam, Kepala Desa Sugihmanik, menyatakan bahwa pihak desa telah mengusulkan pengadaan listrik untuk desa terpencil ini. Namun, usulan tersebut belum terwujud karena sulitnya akses menuju desa. Kepala desa juga telah memberikan bantuan genset, namun genset tersebut kini sudah tua dan tidak berfungsi, sehingga warga kembali menggunakan sistem tenaga surya.
Warga harus menghemat penggunaan listrik, hanya digunakan untuk penerangan malam hari. Penggunaan listrik untuk televisi atau kulkas membuat baterai cepat habis.
Suti, warga Kedungjati, menambahkan bahwa kondisi paling menyedihkan terjadi saat musim hujan ketika tidak ada sinar matahari dan anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah karena cuaca dan kondisi jalan yang buruk.
Sebagian besar aktivitas warga meliputi bercocok tanam dan beternak sapi serta kambing, dengan mengelola lahan hutan milik Perhutani. Mereka menanam jagung untuk dijual dan dikonsumsi sendiri.
Warga berharap pemerintah dapat memberikan solusi dengan membuka akses jalan yang lebih baik agar aktivitas mereka bisa lancar dan listrik dapat mengalir ke seluruh rumah di tengah hutan ini.
Editor : Joko Piroso