SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan berulangnya tindak kekerasan terhadap anak di lingkungan pondok pesantren (ponpes) yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, dimana kali ini terjadi di salah satu Ponpes di wilayah Kabupaten Sukoharjo.
Atas kejadian itu, KPAI menyampaikan duka mendalam kepada keluarga korban. Korban meninggal adalah santri putra berinisial AKPW (13), akibat kekerasan yang dilakukan kakak kelasnya berinisial MG (15 tahun).
Dalam rilis yang diterima, Kamis (19/9/2024), Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyatakan, telah menerima laporan kasus tersebut dan melakukan koordinasi dengan pihak keluarga korban, dan Kementerian Agama (Kemenag).
Koordinasi dilakukan guna mendapatkan informasi kronologis kejadian, upaya penanganan, dan langkah lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan bagi korban, dan pertanggungjawaban terduga pelaku, serta kemungkinan pihak lain yang terlibat.
"Hasil koordinasi didapati data dan informasi terkait kronologis kejadian kekerasan yang berakibat kematian. Kejadian terjadi pada tanggal 16 September 2024, kurang lebih pukul 11.00 WIB, di kamar 23 gedung asrama putra di dalam ponpes tersebut," sebutnya dalam rilis.
Menurut KPAI, kejadian bermula terduga pelaku meminta uang dengan paksa kepada korban, tapi karena korban tidak memberi dan menyampaikan tidak punya uang, hingga akhirnya terjadi pukulan kepada bagian perut, dada, dan ulu hati korban. Korban tidak sadarkan diri, karena tidak tertangani dengan cepat hingga akhirnya meninggal dunia.
KPAI berpendapat bahwa tingginya angka kekerasan yang terjadi di pesantren adalah masalah serius, apalagi hingga berdampak kematian. Pesantren harusnya menjadi rumah yang aman, nyaman, dan menyenangkan buat anak, ironisnya justru praktik kekerasan banyak terjadi.
KPAI menegaskan bahwa kekerasan terhadap AKPW yang berujung kematian merupakan pelanggaran terhadap UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka proses hukum harus berjalan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
KPAI berpandangan, penanganan kasus ini harus cepat, sebagai bentuk menerapkan upaya perlindungan khusus bagi anak sebagaimana Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59A yakni Perlindungan Khusus bagi Anak dilakukan melalui upaya:
a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan..
Berdasarkan hal tersebut, KPAI mendesak agar Polres Sukoharjo mengusut secara tuntas kasus kekerasan yang berakibat kematian AKPW yang terjadi di ponpes dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
"Dalam memproses hukum kasus ini, Polres Sukoharjo harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," kata Aris dalam tulisannya.
Selain itu, Kemenag bersama Dinas Pengendalian Penduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Sukoharjo diminta memastikan terpenuhinya hak keluarga korban diantaranya, pendampingan psikologi, pendampingan hukum, pemulihan dan lainnya.
Kemenag bersama DPPKBP3A Sukoharjo agar memberikan pendampingan dan pemulihan dalam bentuk trauma healing atau lainnya pada santri pesantren, terutama pada anak yang melihat, menyaksikan dan berinteraksi langsung dengan korban.
Kemenag bersama DPPKBP3A Sukoharjo diminta secara intensif dan konsisten, mendampingi ponpes se Kabupaten Sukoharjo melakukan berbagai upaya untuk mencapai standar Pesantren Ramah Anak, yaitu melakukan edukasi tentang UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya terkait anti kekerasan di lingkungan pesantren.
Kemenag RI bersama Kanwil dan Kemenag Kabupaten/Kota agar diharapkan melakukan langkah akselerasi dan inovatif terhadap upaya mencegah kekerasan pada lembaga pendidikan pesantren. Salah satunya dengan membentuk Satgas/Tim Khusus yang memiliki keterampilan dalam perlindungan anak.
Disisi lain, masyarakat juga diminta memainkan peran utamanya dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap dan atau oleh anak, dengan cara memperkuat pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali hak-hak anak dan dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan.
Terakhir, KPAI mendorong semua pihak terkait kejadian di salah satu ponpes di Sukoharjo dijadikan sebagai pelajaran serius, dan agar tidak mentolerir sedikitpun budaya kekerasan di kalangan anak, termasuk di lingkungan ponpes dan lembaga pendidikan lainnya, baik yang formal, informal maupun non-formal.
Editor : Joko Piroso