LPPM Abal-Abal Terbongkar, Inspektorat Sragen Bertindak Tegas: Perangkat Desa Jati Wajib Tes Ulang!

SRAGEN, iNewsSragen.id – Drama panjang dugaan penggunaan LPPM abal-abal dalam seleksi perangkat Desa Jati, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, akhirnya menemui titik terang.
Penjaringan dan penyaringan Perangkat Desa Jati, yang sempat dipertanyakan publik lantaran menggandeng lembaga fiktif yang mengatasnamakan Universitas Gadjah Mada (UGM), kini berujung pada rekomendasi keras dari Inspektorat Sragen: para perangkat desa terpilih wajib menjalani uji kompetensi ulang!
Fakta ini terungkap berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh Inspektorat Sragen, setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah melimpahkan penyelidikan kepada Inspektorat Sragen untuk ditindaklanjuti. Dalam proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket), berbagai pihak, termasuk pihak UGM, secara tegas menyatakan tidak pernah bekerja sama dalam seleksi tersebut.
Dalam rekomendasinya, Inspektorat Sragen menyampaikan tiga poin yang bersifat mengikat kepada Pemerintah Desa Jati:
1. Peninjauan Surat Keputusan (SK) para perangkat desa terpilih, yang membuka peluang pencabutan SK mereka.
2. Pengembalian keuangan desa yang digunakan dalam kerja sama dengan LPPM abal-abal tersebut.
3. Pelaksanaan uji kompetensi ulang terhadap seluruh peserta penjaringan dan penyaringan perangkat desa.
Inspektur Inspektorat Sragen, Badrus Samsu Darusi, menegaskan bahwa rekomendasi ini tidak bisa ditawar. Pemerintah Desa Jati wajib menindaklanjuti dalam batas waktu 60 hari sejak LHP dikeluarkan pada Maret 2025 lalu.
"Ya benar. Kami sudah sampaikan rekomendasi LHP sebulan yang lalu. Itu bersifat wajib dilaksanakan," ujar Badrus kepada iNews, Senin (28/4/2025).
Badrus juga mengungkapkan bahwa kasus penggunaan LPPM abal-abal ini tidak hanya terjadi di Desa Jati saja. Inspektorat Sragen menemukan indikasi serupa di sejumlah desa lain, yakni:
•Desa Gilirejo di Kecamatan Miri,
•Satu desa di Kecamatan Ngrampal,
•Desa Sambungmacan di Kecamatan Sambungmacan.
Temuan ini mempertegas bahwa kasus LPPM abal-abal ini bersifat sistemik dan tidak bisa dipandang sebagai insiden tunggal. Dugaan kuat mengarah pada adanya jaringan atau pola tertentu yang secara sengaja mendistribusikan lembaga palsu ini ke berbagai desa.
Dengan adanya rekomendasi LHP tersebut, Badrus berharap agar ke depan pemerintah desa yang hendak menyelenggarakan uji kompetensi ulang lebih mengedepankan prinsip kehati-hatian dan memastikan legalitas dari pihak ketiga yang akan digandeng.
Selain itu, ia menekankan pentingnya proses seleksi yang disiapkan secara matang dan dilakukan secara transparan kepada publik. Badrus menilai, kasus ini menjadi pelajaran serius bahwa kelalaian kecil dalam verifikasi pihak ketiga dapat berdampak luas, termasuk menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
"Ini penting. Kasus ini menjadi masalah yang serius dan berdampak pada kepercayaan masyarakat. Ke depan, kehati-hatian, legalitas, dan transparansi harus menjadi prioritas," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso