Kisruh Kelenteng TITD Tuban Masih Memanas, Alim Sugiantoro Tuding Ada Pengkhianatan

TUBAN, iNewsSragen.id - Konflik internal Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban, Jatim, masih belum usai. Alim Sugiantoro, mantan ketua penilik yang juga tokoh Konghucu secara terbuka menyatakan kekecewaannya atas dugaan pengkhianatan terhadap perjanjian yang telah disepakati, pada 1 April 2022 lalu.
Dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (5/7/2025), adanya isu pengkhianatan inilah, menurut Alim, yang menjadi pemicu mandeknya proses pembentukan yayasan kelenteng hingga saat ini.
Alim menyampaikan statemen tertulisnya perihal isu pengkianatan terkait rencana pengambilalihan kelenteng oleh kepengurusan baru, pada Jumat (4/7/2025) kemarin.
Ia mengungkapkan, "Ada surat dari orang Tuban yang melarang membuat yayasan. Tanya Gunawan Putra Wirawan (mantan ketua umum, Red) terkait surat yang menghambat pembuatan yayasan."
Alim pun menyesalkan kondisi ini yang diduga dimanfaatkan oleh tokoh kelenteng tertentu untuk memunculkan isu tidak selesainya pembentukan yayasan.
Oleh karenanya, Alim berharap fakta di balik terhentinya pendirian yayasan, yang menurutnya disebabkan oleh pengkhianatan tokoh kelenteng, dapat terungkap jelas.
"Jangan menyalahkan orang lain, padahal yang berkhianat itu diri sendiri. Tega-teganya menuduh orang lain," tulis Alim tanpa menyebut nama tokoh yang dimaksud.
Alim kemudian mengupas klausul nomor delapan dalam akta notaris terkait penyerahan pengelolaan kelenteng. Dalam klausul tersebut disebutkan bahwa pengelolaan oleh tiga pengelola dari Surabaya bisa diperpanjang lagi jika pembuatan yayasan belum selesai, serta belum tuntasnya pembenahan dan perdamaian di kelenteng.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum, hak, dan legalitas pengurus baru yang hendak mengambil alih kelenteng pada Jumat lalu. Ia menegaskan bahwa pihak Pembimas Buddha-Konghucu Kanwil Kemenag Jatim dan Kementerian Agama telah menolak kepengurusan baru tersebut.
"Mereka tahu kok, mengapa masih mau melanggar hukum? Mengambil alih paksa itu seperti kudeta. Negara kita negara hukum, lo," tulisnya.
Peringatan agar menjaga kondusifitas
Direktur PT Dewi Sri Sejati itu mengingatkan kepada kepengurusan yang baru untuk tidak membuat Tuban yang sangat kondusif menjadi onar dan brutal, terlebih mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Alim memastikan bahwa sampai saat ini tidak ada kepengurusan baru kelenteng yang sah. Hal ini dikarenakan kelenteng belum menggelar pemilihan yang sesuai prosedur dan aturan hukum, serta belum adanya serah-terima yang sah antara pengelola dengan pengurus baru.
Ditegaskan bahwa semua aset kelenteng adalah milik yayasan. Oleh karena itu, jika ada sekelompok orang yang tidak memiliki legalitas yayasan hendak merebut, mereka bisa diusir.
Alim khawatir pengambilalihan kelenteng yang dimiliki yayasan secara paksa dapat memicu insiden yang tidak diinginkan.
"Perkumpulan atau lainnya yang tidak punya aset tanah dan uang, maka yayasan tidak akan mengizinkan kumpulan baru mengambil asetnya," jelasnya.
Keberadaan yayasan, lanjut Alim, dilindungi oleh negara. Dengan demikian, jika yayasan taat aturan, tidak mungkin lembaga lain yang bukan yayasan bisa merebut paksa yayasan yang punya aset.
"Hati-hati berbicara dan bertindak yang melanggar hukum. Kepengurusan yang baru tidak mungkin seberani dan sebrutal itu," tandas pria bershio macan itu.
Editor : Joko Piroso