Sawah Terendam, Bibit Habis, Kredit Menjerat Petani Jono Menunggu Keajaiban
SRAGEN, iNewsSragen.id - Harapan petani Desa Jono untuk memperoleh solusi cepat pasca-kunjungan Bupati Sragen tampaknya harus tertunda panjang. Di tengah ancaman gagal tanam untuk ketiga kalinya, petani justru dihadapkan pada kenyataan pahit belum ada bantuan anggaran, belum ada kepastian tindakan, dan belum ada solusi konkret dalam waktu dekat.
Kepala DKPPP Sragen, Eka Rini Mumpuni Titi Lestari, memberikan penjelasan yang cenderung normatif terkait permintaan bantuan modal dan bibit dari petani. Ia menegaskan bahwa permasalahan utama yaitu tersumbatnya saluran air bukan ranah DKPPP, melainkan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum (DPU).
Lebih mengejutkan, Eka Rini memastikan Pemkab Sragen tidak dapat memberikan bantuan dari APBD karena tahun anggaran hampir berakhir.
"Kita data dulu yang terdampak. Namun bantuan dari Kabupaten tidak ada karena ini akhir tahun anggaran," ujarnya, Senin (8/12).
Sebagai gantinya, DKPPP hanya dapat melakukan pendataan dan mengajukan permohonan bantuan benih ke pemerintah pusat. Proses ini tentu memerlukan waktu panjang, sementara petani sudah berada dalam kondisi kritis.
"Kami coba minta bantuan benih ke pusat," imbuhnya.
Di sisi lain, konflik saluran air Jono–Gawan belum menemukan titik temu. Kepala Desa Gawan, Sutrisna, menolak membuka aliran air menuju Jono sebelum terjadi normalisasi saluran dan perbaikan gorong-gorong. Ia menyebut membuka saluran tanpa perbaikan justru akan menenggelamkan wilayah Gawan.
"Kalau tak buka sekarang, Gawan yang tenggelam. Gorong-gorong ke timur harus dibuat dulu, baru saya buka," tegasnya.
Sutrisna mengaku tidak ingin mengambil risiko sosial. Ia takut kebijakan membuka pintu air akan memicu amarah warganya sendiri. Baginya, keselamatan desanya menjadi prioritas sebelum kebijakan saluran air diputuskan.
Ketidakpastian ini memicu situasi deadlock. Di tengah kebuntuan antar desa dan belum adanya intervensi anggaran, petani Jono hanya bisa menatap hamparan sawah yang gagal panen. Sukardi, salah seorang petani, mengaku sawahnya masih terendam dan tidak lagi memiliki modal atau bibit untuk tanam ulang.
"Sudah ndak ada bibit, biaya habis. Terpaksa kembali miskin meski harga gabah tinggi. Tanam tiga kali gagal, ya mau bagaimana," keluhnya.
Saat ini petani berharap pemerintah tidak hanya hadir memberikan janji, melainkan kebijakan nyata—terutama bagi mereka yang terlilit kredit dan kehilangan modal produksi.
"Kalau bisa, yang terdampak banjir ini dibantu. Banyak yang punya pinjaman bank, saya salah satunya. Setengah hektar sawah saya habis," tutupnya.
Editor : Joko Piroso