Orang Tua Murid Keluhkan Bullying di SDN Ngepringan 3 Jenar, Libatkan 11 Anak
SRAGEN, iNewsSragen.id - Isu kekerasan dan perundungan (bullying) kembali mencuat di lingkungan pendidikan dasar Kabupaten Sragen. Kali ini, sorotan tertuju pada SDN Ngepringan 3, Kecamatan Jenar, yang dinilai kurang serius dalam menangani insiden perundungan yang melibatkan sejumlah murid. Keluhan orang tua siswa pun mengemuka, menuding lemahnya pengawasan sekolah menjadi pemicu terulangnya kejadian serupa.
Kasus terbaru terjadi pekan lalu dan menimpa dua siswa kelas II. Salah satu orang tua murid, Indra Prabowo, mengungkapkan bahwa anaknya, Brian Pratama Wijaya (BWP), bersama seorang siswa lain berinisial R, menjadi korban perundungan oleh teman sekelasnya.
“Kemarin ada anak yang di-bullying, inisial R, dan anak saya sendiri, Brian Pratama Wijaya, kelas 2 SD,” ujar Indra, warga Desa Ngepringan, Kecamatan Jenar.
Menurut Indra, peristiwa bermula dari perselisihan saat bermain kartu mainan. Namun, cekcok tersebut berujung pada kekerasan fisik yang melibatkan hingga 11 anak. Ia menyebut terdapat unsur pemukulan dan cakaran dalam kejadian itu.
“Ada unsur dicakar dan dijotos. Anak-anak yang terlibat cukup banyak,” ungkapnya.
Indra mengaku sempat memaklumi kejadian pertama. Namun, saat insiden kembali terulang pada kejadian kedua, ia memutuskan mendatangi pihak sekolah. Menurutnya, peristiwa itu terjadi di lingkungan sekolah dan menunjukkan lemahnya pengawasan dari tenaga pendidik.
“Kejadian pertama saya toleransi. Tapi yang kedua ini saya datangi sekolah karena pengawasan masih kurang,” katanya.
Respons pihak sekolah yang dinilai defensif justru membuat kekecewaan orang tua memuncak. Pihak sekolah berdalih kejadian terjadi saat jam istirahat. Namun bagi Indra, alasan tersebut tidak dapat dibenarkan.
“Pengawasan seharusnya tetap ada. Ini bukan satu dua anak, tapi sampai 11 anak. Tidak mungkin tiba-tiba anak pulang sekolah menangis kalau tidak ada kejadian serius,” tegasnya.
Ia juga menyoroti dugaan banyaknya jam kosong dan minimnya pengawasan guru di luar jam pelajaran. Menurutnya, kondisi tersebut membuat proses belajar dan pengawasan siswa menjadi tidak efektif.
“Pengawasan jangan hanya jagongan di kantor. Anak-anak perlu benar-benar diperhatikan,” pungkas Indra.
Editor : Joko Piroso