Menjelang pagi, pasukan Agus mendarat di sebelah utara Fakfak. Namun nahas, daerah penerjunan merupakan hutan belantara yang belum terjamah manusia. Akibatnya, tidak sedikit pasukan Agus yang tersangkut di pohon dengan ketinggian 20-30 meter. Tali yang dibawa pasukannya ternyata tidak cukup membantu mereka untuk turun. ”Beberapa prajurit ada yang patah kakinya karena meloncat dari pohon yang tinggi,” ucap Tambeng. Lebatnya hutan rimba di belantara Papua membuat mereka tidak dapat membedakan siang dan malam. Kondisi medan yang sulit diperparah dengan rusaknya radio komunikasi. Akibatnya, komunikasi Agus dan pasukannya dengan komando pusat di Ambon terputus. Kondisi ini membuat Agus bersama anak buahnya bertahan dengan perbekalan seadanya. Setelah sebulan bertahan dan melakukan konsolidasi di Kampung Urere, Agus dan pasukannya memutuskan untuk bergerak. Namun baru saja meninggalkan kampung tersebut tiba-tiba tentara Belanda menyerang. Serangan mendadak itu membuat lima anak buahnya gugur. Pertempuran demi pertempuran melawan tentara Belanda semakin intensif. Satu persatu anak buahnya gugur ditembak musuh. Dua anggotanya kembali gugur saat kontak tembak di dekat Kampung Nemboektep.
Kehilangan Satu Kaki karena Diamputasi Agus dan pasukannya yang terus bergerak menemukan sebuah gubuk. Saat tengah beristirahat, tentara Belanda kembali menyerang Agus secara mendadak. Beberapa anak buah Agus gugur dalam pertempuran tersebut. Karena kekuatan tidak sebanding, Agus bersama pasukannya kembali masuk ke hutan.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait