Indikasi adanya pergerakan kelompok radikal yang berkamuflase tersebut, menurut Ponco bukan hanya sebuah dugaan semata, namun Densus 88 AT disebutkan memiliki data pendukung, bahwa pergerakan itu nyata adanya.
"Data didapat dari penangkapan kami selama lima tahun terakhir, terus data dari media sosial (medsos) yang merupakan bagian dari kamuflase mereka (kelompok radikal-Red). Mereka ini selalu memanfaatkan celah -celah untuk mengembangkan fahamnya itu," paparnya.
Oleh karenanya melalui FGD kali ini, menurut Ponco, Densus 88 AT memberi peringatan dini kepada masyarakat dan stakeholder di daerah agar meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah berkembangnya pergerakan radikal yang berkamuflase.
"Mereka ini selalu berkamuflase, dan kita juga harus mengimbangi, mengikuti, untuk semaksimal mungkin mencegah berkembangnya faham-faham intoleran dan radikal tadi. Karena mereka selalu berubah menyesuaikan situasi," tegasnya.
Sementara, Amir Mahmud yang juga Direktur Amir Mahmud Center, mengatakan, di zaman rezim Orda Baru berkuasa, pergerakan radikal ini dikaitkan dengan penerapan Undang- Undang (UU) Subversif.
"Jadi sebenarnya (UU) Subversif ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyikapi orang -orang yang menentang pemerintah, berhubungan dengan keamanan negara. Sedangkan (UU) radikalisme di rezim sekarang, sebenarnya bukan alat untuk memukul yang menentang pemerintah. Karena istilah radikalisme ini sebenarnya ada di semua rezim," ujar Amir.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait