Pangeran Diponegoro Marah ketika Hukum Eropa Diterapkan di Jawa hingga Berujung Perang

Joko Piroso
Lukisan Pangeran Diponegoro (Foto: Istimewa)

SRAGEN, iNewsSragen.id - Perjanjian pada 1 Agustus 1812 dengan Inggris membuat posisi keraton Yogyakarta lemah, tapi justru membuat keuntungan bagi Pangeran Diponegoro.

Saat itu, memang posisi keraton konon cukup lemah sehingga dinilai oleh Raffles, keraton tak lagi mampu membahayakan stabilitas keamanan daerah itu.

Pasal dalam perjanjian itu disebutkan, keraton harus membubarkan kekuatan militer mereka. Dikisahkan dalam buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1854" tulisan Peter Carey, membuat keraton harus membubarkan pasukan militernya yang berkekuatan 8.000 - 9.000 personel.

Setelah bala tentara itu dibubarkan, pada Agustus 1812 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles mencoba mengirim mereka ke Kalimantan Timur untuk bekerja di perkebunan - perkebunan milik Alexander Hare.

Tetapi kebanyakan dari mereka menolak dan memilih tetap tinggal di ibu kota kesultanan, dan banyak yang kemudian bergabung dengan Pangeran Diponegoro pada tahun 1825.

Editor : Joko Piroso

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network